Ratusan Ogoh-ogoh Siap Diarak di Malam Pengerupukan, MDA Bangli Imbau Pengusung Jangan Minum Miras

KETUA Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Bangli, I Ketut Kayana. Foto: ist

POSMERDEKA.COM, BANGLI – Ogoh-ogoh sangat identik dengan perayaan Hari Raya Nyepi. Menjelang perayaan Nyepi, kalangan generasi muda berlomba membuat ogoh-ogoh dengan beraneka ragam bentuk. Khusus di Kabupaten Bangli, saat ini terdapat 181 ogoh-ogoh tersebar di seluruh desa adat, dan siap diarak pada malam pengerupukan, yakni saat Tawur Agung Kasanga.

Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Bangli, I Ketut Kayana, Kamis (7/3/2024) mengaku sudah mendata jumlah ogoh-ogoh di Bangli. Ada 182 ogoh-ogoh yang tersebar di seluruh desa adat di Bangli.

Bacaan Lainnya

“Sesuai pendataan kami per kecamatan, secara umum jumlah berfluktuasi. Ada yang meningkat, ada pula penurunan, kemungkinan sangat bergantung dari kemampuan masing-masing generasi muda,” ujar pria asal Banjar Sala, Susut ini.

Kayana mendaku sangat mendukung penuh pembuatan ogoh-ogoh, sebagai bagian kreativitas seni generasi muda. Hanya, jauh-jauh hari dia mengeluarkan imbauan agar pembuatan ogoh-ogoh lebih banyak menggunakan bahan yang ramah lingkungan. “Imbauan ini telah kami keluarkan setiap tahun,” jelasnya.

Disinggung makna ogoh-ogoh, kata dia, sebagai pelambang bhuta kala. Saat perayaan Tawur Agung, bhuta kala disuguhi sesajen agar membuatnya senang. Dengan demikian mereka akan kembali ke tempatnya masing-masing, sehingga tidak mengganggu kehidupan manusia.

Baca juga :  Bali Puisi Musik Ceritakan Perjalanan Hidup, Pentas di Antida SoundGarden

“Karenanya, begitu selesai diarak, ogoh-ogoh ini agar di-pralina. Kalau awalnya ada upakara, maka di akhir dengan pralina atau dibakar,” terangnya mengingatkan.

Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, dia mengimbau agar pengarak ogoh-ogoh tidak minum minuman keras (miras) saat melakukan pengarakan. Selain itu, pengarakan ogoh-ogoh agar tidak melewati batas desa adat, sehingga tidak sampai bertemu dengan kelompok pengarah di luar desa adat.

“Memang dalam suatu wilayah pengarakan ogoh-ogoh ada yang merancang bertemu dalam perempatan. Nah, ini perlu dijaga keamanannya oleh pecalang di bawah koordinasi desa adat, sehingga tidak ada gesekan,” pintanya memungkasi. gia

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.