Oleh Made Nariana
TERNYATA tidak mudah melaksanakan janji politik kepada rakyat. Presiden Prabowo Subiyanto bersama wakilnya Gibran Rakabuming Raka, saat kampanye pemilu dengan gencar menjanjikan Makan Bergizi Gratis (MBG) kepada anak-anak sekolah.
Sekalipun banyak yang menolak termasuk demo mahasiswa, tapi banyak juga kalangan yang menunggu-nunggu. Idealnya memang, lebih penting sekolah gratis daripada makan gratis. Tapi karena sudah menjadi sebuah janji politik, tentu harus dilaksanakan.
Ternyata pelaksanaan, tidak mudah. Banyak hal harus diperhatikan. Selain dana, tentu sarana dan prasarana di seluruh tanah air juga harus siap. Apalagi MBG itu menyangkut Kesehatan dan kebersihan buat membuat makanan anak-anak.
MBG harus sehat, jangan sampai ada makanan basi, sebab menyangkut kesehatan anak-anak sekolah. Bayangkan, dapur yang memasak makanan itu pun tidak boleh seenaknya seperti di rumah kebanyakan rakyat Indonesia. Semua harus bersih dan sehat!
Belum lagi soal pendanaan!. Rupanya masalah dana juga selalu menjadi masalah, sebab ada efisiensi yang begitu besar. Banyak tantangan dalam pelaksanaan MBG, sehingga di Bali sendiri kelihatan belum terlaksana dengan massal bagi anak-anak!.
Di Badung, Bupati dan Wakil Bupati Adi – Cipta (Adi Arnawa bersama Alit Bagus Sucipta) – saat kampanye pilkada menjanjikan dana Rp2 juta bagi semua KK (Kepala Keluarga) jika ada Hari Raya Galungan, Idul Fitri dan Hari Raya Umat lainnya.
Janji itu disambut riang gembira masyarakat Badung, terutama ibu-ibu di setiap kampanye. Dana Rp2 juta setiap KK akan membantu keluarga dalam melaksanakan hari raya. Apalagi sejenis Hari Raya Galungan yang memerlukan dana cukup lumayan.
Namun bagaimana pelaksanaannya? Ternyata belakangan saya saksikan di rapat-rapat Desa dan Banjar, soal dana itu diperdebatkan sangat sengit. Ada aturan tertentu yang keluar dari Pemkab Badung.
Aturan itu tidak salah!. Tapi, anggota masyarakat yang tidak memahami tentu menjadi ribut. Mengeluarkan dana APBD (yang juga uang rakyat) memang memerlukan regulasi, sehingga tidak melanggar hukum.
Saya banyak membaca keluhan masyarakat di media sosial, nadanya seperti frustrasi. Mengeluh, bahkan membully. Pasalnya, mereka menerima kabar yang pesimistis. Konon dana 2 juta itu tidak akan dibagikan dengan adil. Siapa yang salah?
Saya tidak dapat menyalahkan siapa-siapa. Dunia medsos yang begitu massif di masyarakat, membuat informasi yang tidak valid. Perlu sosialisasi yang lebih efektif dan terarah kepada masyarakat bawah.
Pelaksana-pelaksana teknis mestinya memahami apa yang dimaksud dengan janji politik! “Oh saya tidak tahu. Coba nanti saya tanyakan lagi, dan seterusnya,” begitu jawaban mereka dalam debat-debat “sangkepan” Banjar dan Desa.
Minggu belakangan ini, saya bertemu dengan sejumlah anggota masyarakat, bahwa mereka sangat berharap masalah janji politik itu jangan sampai blunder. Entah bagaimana caranya (sesuai regulasi yang ada), setiap KK di luar anggota TNI-Polri dan ASN, prinsipnya soal janji itu dapat dipenuhi. Dengan demikian, Bupati dan Wakil Bupati Badung yang saya sayangi — tidak akan dibully habis-habisan lawan politik di media sosial.
Namanya hak, tidak ada istilah kaya dan miskin. Suara mereka sama di pilkada dan pemilu, sehingga hak mereka juga sama. Semoga!! (*)