BADUNG – Adagium yang berpengalaman pasti kerjanya lebih baik, tidak mutlak berlaku untuk memangku tugas Panitia Pemungutan Suara (PPS). Justru tenaga yang berpengalaman dinilai rentan dengan risiko tergoda untuk berbuat kecurangan. “Dari kajian kami, yang punya pengalaman itu yang malah ada potensi kecurangan, karena mereka sudah paham seluk-beluk pekerjaan penyelenggara pemilu,” kupas Ketua KPU Badung, Wayan Semara Cipta, Minggu (1/3/2020).
Komisioner yang biasa dipanggil Kayun ini memaparkan lebih jauh, PPS yang baru kali pertama bertugas lazimnya berstindak sangat hati-hati dan mengikuti petunjuk yang diberi KPU. Mereka juga lebih serius mengikuti bimtek, karena tidak ingin kecolongan saat bekerja. Meski begitu, dia tidak memungkiri ada potensi terjadi kelambatan jika PPS memang benar-benar orang baru.
“Agar tidak terus-terusan orang berpengalaman yang lolos jadi PPS, makanya KPU mengatur periodeisasi masa jabatan maksimal dua kali. Tujuannya agar menghindari risiko terjadi kecurangan, meskipun secara praktik ini relatif menyulitkan kami mendapat PPS yang siap bertugas,” ungkapnya didampingi komisioner Nesia Gandi.
Sejauh ini, sambungnya, kuota untuk pelamar PPS memang sudah terpenuhi. Penelitian administrasi juga dijalankan sejak 28 Februari hingga 1 Maret 2020, dan Senin (2/3/2020) hasil penelitian administrasi akan diumumkan. Dari proses verifikasi ini baru akan ketahuan apakah pelamar PPS itu, misalnya, pernah menjadi anggota parpol atau tidak. Begitu juga bisa diperiksa apakah dia sudah pernah dua kali menduduki posisi serupa sebelumnya.
Kendala yang dihadapi mencari tenaga baru, tuturnya, adalah karena banjar atau desa cenderung memilih orang yang punya pengalaman. Situasi ini jadi buruk karena aturan KPU membatasi dua kali periode saja seseorang boleh jadi PPS. Tambah buruk lagi karena minat orang di Badung menjadi PPS sangat kecil, beda dengan Kabupaten Pati dan Kudus di Jawa Tengah misalnya. “Di Kudus itu, hasil studi banding kami, dari kuota 17 ribu PPS, yang melamar itu sampai 28 ribu. Di Badung kan tidak begitu, meskipun itu menjadi tantangan tersendiri bagi kami membangun kesadaran masyarakat untuk menjadi penyelenggara pemilu,” tegas Kayun. hen