Oleh: Made Nariana
SEJAK masa kampanye pemilu 2024, khususnya pemilihan calon legislative (pileg), banyak di jalan bertebaran spanduk dan baliho dengan berbagai janji. Banyak janji yang menggelikan. Ada juga banyak janji yang normative, ya…. begitu dari tahun ke tahun.
Di suatu tempat saya membaca janji caleg antara lain sbb: “Jika tiang, nama Made Gambir (bukan nama sebenarnya), terpilih sebagai anggota DPRD…..dan seterusnya, tiang janji akan tetap mepatung setiap 6 bulan sekali untuk pemilih……”. Artinya : Kalau saya terpilih sebagai anggota DPRD…. dan seterusnya saya akan berjanji tetap mepatung (menyemblih babi) setiap 6 bulan untuk para pemilih.
Janji tersebut tidak salah. Namun menggelikan, bagi pembangunan masyarakat yang lebih sejahtera ke depan. Kenapa menggelikan? Kelas masyarakat hanya dijanjikan patungan setiap 6 bulan. Apakah masyarakat pemilih senilai satu bungkus daging babi? Sebegitukah visi dan misi seorang wakil rakyat kita untuk suatu jabatan penting di badan legislatif?
Kalau saya tidak salah, tugas anggota DPRD atau legislative adalah memperdebatkan RABPD dan sekaligus mensahkan bersama eksekutif, menyerap aspirasi masyarakat dan melakukan social control (fungsi pengawasan). Fungsi-fungsi itulah yang semestinya dipertajam, sehingga masyarakat jangan dirugikan dengan berbagai kebijakan pemerintah alias penguasa.
Anggota DPRD bagian dari pemerintahan berhak mengoreksi pemerintah atau eksekutif jika melenceng dari tujuan pembangunan. Anggota DPRD dengan tekun menyerap aspirasi konstituen (pemilihnya). Ia juga harus memperjuangan, apakah ada kepentingan masyarakat yang terabaikan. Banyak keluhan masyarakat selama ini, belum tersampaikan kepada pemrintah. Hal inilah yang perlu menjadi perjuangan mereka sebagai wakil rakyat yang terhormat.
Begitu pentingnya peranan wakil rakyat, maka tidak pantas mereka hanya menjanjikan sekadar patungan daging babi setiap enam bulan. Bagaimana pendidikan masyarakat, bagaimana mutu kesehatan, bagaimana nasib ibu hamil, orangtua renta, anak stunting, bagaimana fasilitas lingkungan, tata ruang dan seterusnya. Inilah yang menjadi tanggungjawab wakil rakyat bersama eksekutif.
Sekalipun sifatnya normative lebih baik berjanji : “Jika saya terpilih saya selalu bersama rakyat. Kalau saya terpilih, orangtua renta akan menjadi perhatian utama. Kalau saya menjadi anggota DPRD, semua stunting di wilayah saya, akan lenyap……”.
Janji-janji seperti itulah yang harus disampaikan secara terukur dan pasti. Sekalipun kelak janji itu janji politik yang sering tidak terlaksana, akan lebih baik didengar pemilih. Daging babi sih penting…. Namun kasihan, kalau sebegitu wawasan calon wakil rakyat!
Masyarakat sudah biasa merasakan, mereka hanya dibaik-baiki sebelum mencoblos. Begitu terpilih, banyak yang lari dari kenyataan. Tidak ingat dengan janji-janji mereka di saat kampanye. Bahkan ada rumor yang saya dengar, ada caleg sengaja membeli suara rakyat dengan harga 300.000 sampai 400.000 rupiah per suara.
Kalau suara sudah terbeli, maka begitu caleg berhasil, mereka tidak akan peduli dengan rakyat. Hubungan caleg dan masyarakat berakhir begitu Jual-beli suara deal. Wakil rakyat tidak memiliki tanggungjawab moral lagi memperhatikan konstituen (rakyat pemilih) yang menjual suara! (*)