POSMERDEKA.COM, DENPASAR – Kian mendekatnya hari pemungutan suara Pilkada Serentak 2024, isu netralitas aparatur sipil negara (ASN) kembali menjadi sorotan publik. Netralitas ASN dianggap sebagai salah satu faktor kunci dalam menjamin berlangsungnya proses demokrasi yang adil dan transparan. Sebaliknya, jika ASN tak mampu menjaga netralitas, itu adalah ancaman serius bagi proses elektoral.
Menurut Kordiv Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu Bali, I Wayan Wirka, Kamis (25/7/2024), ada dua esensi dari netralitas ASN. Pertama, tidak terlibat dalam politik praksis; kedua, tidak membuat keputusan yang dapat merugikan atau menguntungkan salah satu pasangan calon. Pandangan itu diungkapkan saat dia menjadi narasumber dalam kegiatan koordinasi pelaksanaan dekonsentrasi tugas dan wewenang gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di provinsi.
Menurut Wirka, ASN menjadi posisi strategis dalam Pilkada. Sebab, tidak sedikit suara yang dapat diraih melalui pendekatan kepada ASN, terutama untuk calon petahana. “Untuk itu, ASN harus fokus pada tugas utamanya, yaitu memberi pelayanan publik yang terbaik tanpa terpengaruh oleh kepentingan politik tertentu,” serunya dalam kegiatan yang diselenggarakan Pemprov Bali di Sanur, Densel tersebut.
Lebih jauh diungkapkan, dampak dari terjadinya ketidaknetralan ASN bukan hanya merusak sistem demokrasi bangsa. Yang lebih buruk lagi adalah menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah. “Jika ASN tidak netral, bagaimana mungkin publik bisa percaya pada kemurnian hasil Pilkada? Ini tentu memiliki daya rusak yang signifikan pada proses elektoral,” beber komisioner mantan advokat tersebut.
Menimbang efek destruktif dari perilaku tak netralnya ASN itu, Wirka mengingatkan bahwa sukses-tidaknya penerapan netralitas dalam Pilkada bergantung dari seluruh pihak dan stakeholder terkait. Semua pihak mesti membentengi diri, menahan, dan turut serta dalam melakukan fungsi pengawasan di lingkup terkecilnya. hen