POSMERDEKA.COM, MATARAM – Periodisasi kepemimpinan Gubernur NTB, Zulkieflimansyah, dan Wakil Gubernur Sitti Rohmi Djalillah akan berakhir pada 19 September 2023. Karena itu, Presiden Jokowi melalui Mendagri Tito Karnavian akan mengangkat Penjabat (Pj) Gubernur yang akan melanjutkan pemerintahan di NTB hingga Pilkada 2024. Merujuk regulasi, DPRD NTB diberi kewenangan menerima aspirasi masyarakat untuk mengusulkan Penjabat Gubernur.
Ketua DPRD NTB, Baiq Isvie Rupaeda, mengaku mulai menerima sejumlah usulan nama Pj. Gubernur. “Sudah ada beberapa nama yang masuk, ada lima atau enam nama. Yang diusulkan nanti tiga nama ke pemerintah pusat,” sebutnya, Senin (19/6/2023).
Kendati demikian, Isvie enggan menyebut nama-nama calon Pj. Gubernur dimaksud. “Nanti saya sebut namanya. Nggak etis kalau saya sebut sekarang,” kelit politisi Partai Golkar itu.
Isvie tak menampik banyak figur yang ingin menjadi Pj. Gubernur NTB. Bukan hanya dari daerah, tapi juga nama-nama lain yang berasal dari luar NTB juga punya keinginan sama. Menimbang keadaan itu, Isvie berharap pemerintah pusat dapat memilih orang asli NTB sebagai Pj. Gubernur. Alasannya, orang asli NTB yang paling memahami kompleksitas persoalan di daerah. “Harusnya (orang daerah), kami harapkan itu. Saatnya orang daerah mendapat haknya,” serunya berharap.
Untuk mekanisme formal usulan Pj. Gubernur, jelasnya, akan dimulai pada Juli 2023. Terkait masuknya dua nama rektor PTN di NTB yang, yakni Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Prof. Masnun Tahir; dan Rektor Universitas Mataram (Unram), Prof.Bambang Hari Kusumo, dia memandang kedua figur itu tak memenuhi syarat sebagai Pj. Gubernur NTB. Alasannya, keduanya bukan pejabat struktural Eselon I, melainkan pejabat nonstruktural.
“Ini sesuai aturan dari Kemendagri, demikian kok yang kami terima panduannya,” jelas dia.
Isvie mendaku, jika merujuk aturan administratif, figur dapat dikatakan memenuhi syarat sebagai Pj. Gubernur antara lain Sekda NTB, Lalu Gita Ariadi. “Itu ada Sekda. Kalau yang lain nanti kami sebut namanya, nggak etis kalau kami sebut sekarang,” pungkas perempuan politisi yang memimpin “lautan” politisi laki-laki dalam Gedung Udayana tersebut. rul