BANGLI – Meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), DPRD Bangli mendorong eksekutif untuk melakukan terobosan. Salah satu caranya, Pemkab Bangli diminta mengeluarkan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) agar bisa memungut retribusi dari usaha yang selama ini beroperasi tapi belum mengantongi izin di kawasan wisata Kintamani. Hal itu disampaikan Ketua Komisi I, Satria Yudha, Selasa (20/10/2020).
Sesungguhnya, kata dia, parlemen sejak lama mendorong Pemkab membuat terobosan guna peningkatan PAD dengan aturan jelas. Salah satu contohnya terkait wahana air, yang diminta dibuat aturannya. Sebab, belakangan hadir usaha lokal seperti warung kopi yang mulai menjamur. “Hanya, dari BKPAD bilang soal kepatuhan pajak ada yang bayar dan ada yang tidak. Yang tidak bayar alasannya karena belum berizin,” bebernya.
Dilihat dari sisi aturan, sambungnya, dengan adanya Perda RTRW memang tidak bisa mengeluarkan izin, terutama untuk pembangunan sarana penunjang pariwisata di wilayah Kintamani. Hal ini melahirkan persoalan ketika Pemkab hendak memungut pajak. Pemungutan pajak, jelasnya, dapat dilakukan dari sisi apa yang dikomersilkan yakni aktivitasnya. Karena itu, dia minta eksekutif membuat NPWPD.
“Dalam hal ini daerah yang mengeluarkan. Kami tidak melegalkan bangunan itu, tapi melegalkan apa yang dia jual, sehingga betul-betul ada pemerataan. Sebab, di beberapa warung kecil justru dikejar terus, tapi adanya kopi house (kafe) yang menjamur diabaikan,” serunya.
Dalam pandangannya, Bangli sebenarnya tidak miskin. Kondisi tersebut terjadi justru karena kurang cermatnya pemerintah mengamati persoalan dan mengelola potensi yang ada. Ketika melihat Kintamani sekarang tren kopi, pemerintah mesti bisa memfasilitasinya. Karena itu, dia mendorong semangat eksekutif agar punya strategi meningkatkan animo masyarakat bayar pajak untuk pembangunan daerah.
“Pemerintah daerah dikatakan sukses karena ada pembangunan, dan pembangunan ada karena bayar pajak. Itu yang saya pertegas lagi,” lugasnya.
Soal maraknya pembangunan di timur jalan Kintamani, dia menilai Dinas Perijinan tidak bisa berbuat apa-apa karena aturannya tidak ada. Karena itu, tindak lanjutnya ada di Satpol PP untuk pendekatannya. Solusi lain adalah dengan mengubah RTRW, apalagi usianya sudah lama. Jika dibiarkan, ulasnya, kerugian ada di pemerintah daerah.
“Melarang tidak bisa karena tanahnya pribadi, ini yang bikin sulit. Sebab, beberapa bangunan tersebut ada yang berdiri sebelum adanya aturan tersebut,” urainya.
Di sisi lain, imbuhnya, kalau pemerintah terlalu tegas melarang masyarakat tidak boleh membangun, sulit juga terwujud. Kesadaran semua pihak menjadi kunci solusi. Ketika semua dibangun di Kintamani, tentu sulit menjual pemandangan alam yang selama ini jadi andalan Kintamani.
Apa daerah tidak bisa memberi kompensasi bagi pemilik lahan yang dilarang membangun? “Harusnya memang seperti itu. Namun, mengingat kemampuan daerah, kami tidak bisa bicara banyak. Aturan itu yang kami lakukan agar PAD Bangli bisa meningkat,” ungkapnya menandaskan. 028