DENPASAR – Acara ngelawar bareng saat Penampahan Galungan, Selasa (15/9/2020) oleh paslon IGN Jaya Negara-Kadek Agus Arya Wibawa (Jaya-Wibawa) bersama Ngurah Ambara Putra-Bagus Kertanegara (Amerta), menggemakan pesan damai di tengah gempita kontestasi politik di Bali. Kreativitas dengan mengedepankan kearifan lokal itu, selain cukup membumi dan kontekstual, juga gurih serta mudah dicerna publik. Kelebihan lainnya, karena dilakukan saat pandemi Corona, kedua kubu mengirim pesan serius berupaya mencegah penyebaran Corona dengan patuh menjalankan protokol kesehatan (prokes).
Ketua KPU Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan, tak sungkan memuji upaya kedua paslon di Pilkada Denpasar itu. Banyak makna tersaji dari hajatan sederhana macam itu, dan semua berhulu kepada merepresentasikan kesejukan kepada masyarakat. Perbedaan yang ada juga mengalir secara wajar.
Bukan hingar-bingar kampanye membuat pemilih sepakat dan menyukai kandidat tertentu, katanya, tapi sejauh mana gagasan dan program yang ditawarkan dapat teramplifikasi dengan baik. Terutama dalam memberi solusi limbung ekonomi akibat dirisak Corona. “Cara begitu lebih bijak dan kontekstual, keakraban paslon mudah terjalin, dan saya yakin masyarakat juga senang melihat. Kalau setiap kabupaten di Bali bisa bikin acara begitu, misalnya ngopi bareng, saya pikir bagus sekali. Bagi saya, strategi kedua paslon di Denpasar ini layak jadi teladan,” sebutnya, Kamis (17/9/2020).
Langkah berikut yang elok dilakoni para kandidat, ulasnya, yakni bagaimana mencerdaskan pemilih. Benar, sambungnya, masyarakat yang harus cerdas memilih paslon terbaik. Namun, bagaimana membuat masyarakat cerdas memilih, itu senyatanya tugas paslon dengan infrastrukturnya.
“Salah satu cara menjadi pemilih bernas itu adalah mencatat apa janji kampanye paslon nanti. Ketika mereka berkuasa, janji itu diputar kembali untuk ditagih dan diwujudkan,” ungkapnya.
Segendang sepenarian, akademisi Unud, Dr. Kadek Dwita Apriani, melayangkan pujian atas pertemuan kedua paslon dengan sarat simbol budaya dan kearifan lokal Bali tersebut. Dia berkata tahu acara ngelawar bareng itu setelah menonton video pendeknya di media sosial. Keempat sosok yang akan berhadapan di Pilkada Denpasar itu, urainya, terlihat sangat akrab. Yang lebih diapresiasi yakni bagaimana pesan menjaga prokes mendapat porsi besar dari para paslon.
“Sebenarnya mereka itu rival, tapi saya tidak melihat ada aura rivalitas. Jauh dari kata kompetisi,” nilainya.
Dosen FISIP Unud itu menilai sekurang-kurangnya ada dua hal patut digarisbawahi. Pertama, para kandidat memberi teladan bahwa pilkada, yang identik dengan gesekan, tidak harus panas. Bahwa mereka pasti bersenggolan di tataran praksis, tapi kehangatan situasi tidak sampai menimbulkan eskalasi berlebihan. Kedua, Jaya-Wibawa dan Amerta juga mengirim pesan kuat bagaimana prokes tetap di atas segala-galanya dalam kondisi saat ini.
Hadirnya Amerta ke undangan Jaya-Wibawa, dan sebaliknya Jaya-Wibawa menyanggupi hadir di undangan serupa oleh Amerta pada saat Penampahan Kuningan nanti, dipandang bak oase di tengah naiknya tensi politik di Bali belakangan ini. Memilih hari raya sebagai momentum, pesan simboliknya sangat kuat terasa.
“Dari perspektif politik, ini sangat baik untuk publik. Esensi demokrasi yang menyediakan ruang untuk kompetisi, seakan dikikis ketika kedua pihak asyik ngobrol dan ngelawar bareng. Ini pesan penting untuk demokrasi kita di Bali,” tandasnya. hen