POSMERDEKA.COM, DENPASAR – Partai Golkar membuat pemetaan strategis untuk Pilkada Serentak 2024, terutama untuk Pilgub Bali. Bermodal kemenangan Prabowo-Gibran, nuansa dahaga perubahan di masyarakat dipakai modal untuk opsi menjadi penantang PDIP, terutama pada Pilgub Bali. Apalagi situasi internal PDIP juga dilihat tidak terlalu solid.
‘’Di Bali saya yakin ada perubahan, dan kita harus meniti di perubahan itu,’’ sebut Korwil Pemenangan Pemilu Bali-Nusra DPP Partai Golkar, Gde Sumarjaya Linggih, dalam obrolan beberapa waktu lalu.
Menurut Demer, sapaan akrabnya, partai besar di Bali saat ini adalah PDIP dan Golkar. Hari ini Golkar punya energi baru dengan kemenangan Pilpres, dan itu dipandang masih sangat jadi perhatian calon rival, terutama PDIP. Dia percaya diri bahwa kekuatan Golkar akan “diperhitungkan lebih matang lagi” oleh PDIP sebagai partai terbesar di Bali.
“Apakah ada koalisi Merah dengan Kuning, atau kami mengusung sendiri dengan Koalisi Indonesia Maju di daerah, itu masih sangat cair. Masih mungkin juga bisa kawin dengan PDIP, namanya juga politik. Politik kan seni segala kemungkinan,” tutur anggota Komisi VI DPR RI itu.
Meski begitu, dia buru-buru menambahkan, Golkar masih melihat bagaimana aspirasi masyarakat Bali juga. Satu hal yang diyakini, kemenangan Prabowo-Gibran di nasional efeknya akan terus beresonansi dalam hajatan politik lokal.
Bahwa setelah Pilkada 2015 sampai hari ini Golkar belum punya kader berposisi kepala daerah, di Jembrana hanya sebagai Wakil Bupati, Demer mengklaim untuk 2024 Golkar punya banyak calon. Partai lain dalam koalisi di pusat juga sedang semangat tinggi untuk mengajak Golkar, Gerindra misalnya. Dia juga optimis Demokrat akan bergabung ke Golkar, karena “belum ada sejarahnya” Demokrat mesra dengan PDIP.
“Di Golkar ada saya, ada Pak Sugawa, Pak Geredeg. Belum lagi mungkin ada tokoh baru dari Buleleng, kelihatannya menarik juga karena meningkat elektabilitasnya. Sekarang orangnya lagi menjabat meski bukan politisi,” ucapnya.
Di kubu PDIP, dia berucap ada Wayan Koster, Giri Prasta, Adi Wiryatama, dan Made Urip. Hanya, sampai sejauh mana perjalanan mereka untuk melangkah ke Pilgub, dia bilang tidak tahu. Tapi dasar politisi, Demer membuat “terawangan” sendiri soal kondisi internal kubu Banteng.
“Misalnya Pak Koster dicalonkan, apa masih dengan Pak Cok Ace? Atau kalau Pak Koster jadi cagub, apa Pak Giri Prasta mau jadi wakilnya?” celotehnya enteng. Disentil apakah bisa saja dia melirik Giri Prasta untuk diajak berpasangan di Pilgub, Demer menjawab diplomatis, “Who knows (siapa tahu)?” sambil tergelak. “Semua masih cair,” sambungnya, masih tertawa.
Disinggung peluang Golkar lebih sebagai penantang atau pendamping PDIP, dia menyebut jika Golkar bergabung maka rentan melahirkan kotak kosong. Jika menjadi penantang, Golkar punya kekuatan karena ada aura positif kemenangan Prabowo-Gibran. Jakarta juga akan menimbang hasil kemenangan Pilpres untuk menentukan sikap. Yang pasti dia optimis ada coattail effect dari tumbangnya Ganjar-Mahfud di Bali saat Pilpres.
“Ntar, ntar,” jawab Demer sambil menyeruput kopi saat digoda apakah sudah ada bisik-bisik mesra dengan PDIP. Menurutnya, konstelasi lokal mirip dengan pusat, seperti bagaimana intensnya komunikasi elite PDIP, Puan Maharani, dengan Airlangga Hartarto selaku Ketum Golkar. Atau Puan ngobrol dengan Prabowo atau Muhaminin untuk saling menjajaki konsep dan program yang bisa membuat simpati masyarakat.
Dari tadi jawabannya panjang tapi sepertinya tidak menjawab apa-apa? “Ampun, saya lagi meniti gelombang, meniti buih, meniti perubahan, tidak mau tenggelam dulu karena terlalu dalam,” sahutnya tergelak menutup obrolan. hen