POSMERDEKA.COM, MATARAM – Pemprov NTB memiliki Perda Nomor 10/2017 tentang Perubahan Atas Perda Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Hanya, Perda itu tidak mampu membendung alih fungsi lahan pertanian yang kian masif di wilayah Kota Mataram, Lombok Barat hingga Lombok Tengah.
Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah, minta pemerintah daerah, Pemprov NTB dan pemda kabupaten/kota, tidak boleh kalah dengan pengusaha.
Pembangunan perumahan dan gedung-gedung di kawasan persawahan tidak bisa membuat Provinsi NTB swasembada pangan. “Tolong kemudahan izin perumahan di atas areal persawahan jangan diobral dan dipermudah. Ini tolong jadi perhatian bersama,” pintanya, Sabtu (18/1/2025).
Dia mengaku prihatin masifnya alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan perumahan di wilayah NTB. Padahal, sebutnya, Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan instruksi agar tidak lagi membangun perumahan di daerah persawahan. Sebab, akan dapat mengganggu program swasembada pangan yang digencarkan Prabowo.
“NTB sudah ada Perdanya, itu harus ditegakkan. Carilah perumahan yang kreatif, bikin rumah susun, tinggal di tempat yang tidak menggunakan lahan sawah agar sawah tetap berproduksi secara normal lagi,” serunya.
Lebih jauh diutarakan, pemerintah daerah didorong bisa membuat desain penataan kawasan. Dia menggaransi pemerintah pusat akan memberi anggaran bagi daerah yang memiliki desain yang baik.
Intinya, pembangunan perumahan jangan sampai mengorbankan persawahan. “Saya dorong pemerintah mengarahkan warga mulai tinggal di rumah susun. Nanti kita siapkan dana asal ada desain penataan kawasannya,” jaminnya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, Wahyudin, menegaskan konversi lahan pertanian ke bangunan otomatis akan berpengaruh terhadap luas baku lahan pertanian. Pun otomatis akan mempengaruhi produksi.
“Produksi itu rumusnya luas tanam dikali produktivitas. Itu akan terpengaruh langsung kalau terjadi konversi lahan pertanian secara masif,” katanya di kesempatan terpisah, Sabtu (18/1/2025).
Wahyudin juga menyayangkan konversi lahan terjadi di lahan-lahan produktif irigasi teknis. Untuk memotret alih fungsi lahan ini, BPS dalam waktu dekat akan merilis hasil Sensus Pertanian terkait usaha pertanian dan usaha pertanian perorangan. Akan terpotret berapa lahan pertanian yang dikonversi menjadi bangunan.
Untuk menjaga produksi pertanian pangan, dia menilai mestinya pemerintah menguasai lahan-lahan pertanian yang dijual oleh pemilik/masyarakat. Jadi, tidak dikuasai pihak swasta dan dikomersialkan. “LP2B (Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan) ini bisa dipertahankan. Pemerintah yang beli lahannya dan dikelola supaya tidak disalahgunakan,” pesannya.
Konversi lahan ke bangunan, ulasnya, dapat dilakukan di lahan-lahan tidak produktif lahan marginal. Misalnya lahan perkebunan yang tidak dimanfaatkan untuk berproduksi, atau lahan kering yang tingkat produktivitas pertanian perkebunannya rendah.
Wahyudin menambahkan, pemerintah menggencarkan program IP3 dan IP4. Program Padi IP (Indeks Pertanaman) 400 atau pola tanam 4 kali dalam setahun. Ini merupakan upaya pemerintah melalui APBN Direktorat Jenderal Tanaman Pangan tahun 2022 sebagai terobosan meningkatkan produksi beras nasional.
“Tapi IP3 yang program tanam tiga kali setahun belum maksimal dilaksanakan, apalagi IP 4. Ditambah konversi lahan pertanian jadi lahan bangunan makin masif,” tandasnya. rul