Oleh Prof. Dr. I Made Arya Utama,SH.,M.Hum (Dosen Hukum Administrasi Fak. Hukum Universitas Udayana)
PENGATURAN sanksi dalam substansi suatu peraturan perundang-undangan dimaksudkan agar segala ketentuan yang telah ditetapkan dapat dilaksanakan secara tertib dan tidak dilanggar. Sehubungan dengan penerapan sanksi administrasi oleh pemerintah terhadap masyarakat dilakukan dalam rangka penegakan hukum administrasi.
Tidak ada gunanya memasukkan kewajiban-kewajiban atau larangan-larangan bagi masyarakat maupun aparat pemerintah di dalam peraturan perundang-undangan yang berkarakter Hukum Adaministasi, bilamana aturan-aturan tingkah laku tersebut tidak dapat dipaksakan oleh Pemerintah.
Dengan kata lain, tujuan dicantumkannya (diatur) sanksi administratif dalam peraturan perundang-undangan Hukum Administrasi seperti Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati/Walikota adalah untuk mencegah pembiaran pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban yang telah dinormakan pada produk hukum Pemerintah tersebut tidak saja untuk masyarakat juga aparatur pemerintah sendiri.
Disinilah salah satu fungsi Hukum Administrasi diterapkan “as a tool of social and bureaucratic engineering” memodifikasi pemikiran Roscou Pound.
Penerapan sanksi administratif dalam kepustakaan Hukum Administrasi atau secara doktrinal sebagaimana dikemukakan ahli-ahli Hukum Administrasi, dipahami merupakan kewenangan melekat pada pembentuk peraturan tanpa intervensi oleh pengadilan.
Kekuasaan ini adalah kekuasaan untuk memutuskan, menerapkan dan menegakkan sanksi terhadap individu yang melanggar norma hukum administrasi (ketertiban umum). Oleh karena itu, sanksi administratif apabila dilihat dari karakter normanya merupakan suatu kewenangan bebas (vrijebevoegdheid) yang mandiri, tidak tergantung pada organ lainnya.
Mengenai jenis sanksi administratif dalam lampiran angka 66 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan disebutkan “Sanksi administratif dapat berupa, antara lain, pencabutan izin, pembubaran, pengawasan, pemberhentian sementara, denda administratif, atau daya paksa polisional”.
Dengan demikian, denda administratif secara normatif merupakan salah satu jenis dari sanksi administratif dan sama sekali tidak dapat dipersamakan dengan sanksi denda sebagai bagian pidana pokok yang diatur pada Pasal 10 KUHP yang pada dasarnya menyatakan pidana terdiri atas pidana pokok yang meliputi: 1. Pidana Mati, 2. Pidana Penjara, 3.Kurungan, 4. Denda.
Sehubungan penerapan sanksi denda administratif dalam Peraturan Gubernur maupun Peraturan Bupati/Walikota, khususnya tekait dengan upaya pencegahan dan pengendalian Covid-2019 secara tegas tertuang dalam lampiran Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Peraturan Kepala Daerah Dalam Rangka Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019.
Pasal 7 ayat (2) huruf a angka 3 dan huruf b angka 2 dalam Format Peraturan Gubernur/Peraturan Bupati/Peraturan Wali Kota Tentang Pedoman Penerapan Disiplin Dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 menetapkan salah satu sanksi administratif yang diterapkan adalah “denda administratif” yang besarannya disesuaikan dengan kondisi dan situasi di masing-masing daerah.
Oleh karena itu, penormaan denda administratif dalam Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota di Indonesia maupun di Bali merupakan amanat dari produk hukum yang lebih tinggi yakni Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Peraturan Kepala Daerah Dalam Rangka Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019.
Kepala daerah sebagai bagian dari penyelenggaraan pemerintahan dalam negeri wajib mentaati kebijakan yang ditetapkan dan/atau ditugaskan oleh Menteri Dalam Negeri. Hal ini juga disampaikan pada Diktum Ketiga dan keempat Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2020, yang menetapkan: KETIGA: Penyusunan dan penetapan peraturan kepala daerah tentang penerapan protokol kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 paling lama 14 (empat belas) hari sejak Instruksi Menteri ini ditandatangani.
KEEMPAT: Peraturan kepala daerah yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada Diktum KETIGA untuk dilaporkan dan disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri. Bilamana Gubernur tidak mengikuti pedoman yang telah ditetapkan dan tidak melaporakan peraturan kepala daerah yang diamanatkan, maka sesuai ketentuan Pasal 249 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kepada Gubernur dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis dari Menteri.
Demikian pula halnya kepada Bupati/Walikota, menurut Pasal 249 ayat (4) menetapkan “Bupati/wali kota yang tidak menyampaikan Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis dari gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat”.
Uraian di atas menunjukkan secara normatif dan teoritis Hukum Administrasi, pengaturan sanksi denda administratif (bukan denda dalam konteks sanksi Hukum Pidana yang diatur pada Pasal 10 KUHP) dalam Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota adalah sah.
Gubernur/Bupati/Walikota dalam hal ini telah bertindak menurut hukum dan bukan sewenang-wenang, karena untuk menjalankan amanat Pasal 7 ayat (2) huruf a angka 3 dan huruf b angka 2 dalam Format Peraturan Gubernur/Peraturan Bupati/Peraturan Wali Kota Tentang Pedoman Penerapan Disiplin Dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 yang ditetapkan sebagai lampiran dari Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Peraturan Kepala Daerah Dalam Rangka Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019.
Sebaliknya jika melanggar amanat Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2020, maka Gubernur/Bupati/Walikota dapat dikenai sanksi administratif. Kondisi ini tentu sejalan dengan semangat melindungi rakyat dari pandemi Covid-19 yang sampai saat ini belum ditemukan vaksin atau obatnya yang pasti, selain selalu bersujud mohon ampunan dan perlindungan kepada Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa, menjaga kesehatan diri sendiri dengan menggunakan masker secara tertib, menjaga jarak dalam berkomunikasi, membangun imun tubuh melalui pola pikir yang positif dan konstruktif, serta pola hidup sehat dan bersih. (*)