POSMERDEKA.COM, DENPASAR – DPRD Bali kian garang dalam menyikapi persoalan tempat hiburan yang menabrak aturan main, terutama mengusik nilai-nilai tradisi dan agama Hindu. Setelah Atlas Super Club, kini giliran Finns Beach Club yang mencicipi “rekomendasi” Komisi I DPRD Bali untuk operasionalnya ditutup sementara sejak Kamis (13/2/2025). Selain soal atraksi kembang api yang diadakan saat warga sedang upacara agama di pantai pada Oktober 2024 lalu, ternyata perizinan usaha juga ada masalah.
“Berdasarkan pertimbangan di atas, kami merekomendasikan menutup sementara Finns Beach Club sambil menunggu proses administrasi dan hukum yang berlaku. Kami mohon Satpol PP mengamankan rekomendasi mulai hari ini. Finns Club harus melaksanakan rekomendasi secara tertib dan tidak melanggar lagi,” seru Ketua Komisi I DPRD Bali, Nyoman Budiutama, membacakan kesimpulan rapat, Kamis (13/2). Rapat dengar pendapat itu mengundang manajemen Finns Beach Club, OPD terkait di Pemprov Bali, dan PHDI Bali.
Pertimbangan Dewan mengganjar dengan rekomendasi penutupan, sebut Budiutama, karena ada pengakuan dari manajemen mereka menodai agama Hindu. Juga kesalahan yang viral di media sosial itu melanggar pasal 13 Pergub Bali Nomor 25/2020. Kemudian ada teguran keras dari tim dan dari Pj. Gubernur SM Mahendra Jaya. “Selain itu ada izin yang belum dilengkapi Finns Club,” bebernya.
Dimintai tanggapan atas “vonis” tersebut, Direktur Komunitas Finns Beach Club, I Wayan Asrama, mengaku tidak bisa bilang apa selain tunduk. Meski begitu, dia bilang akan mendiskusikan dulu dengan manajemen. Sebab, Finns Club termasuk investor Penanaman Modal Asing (PMA), dan pengurusan izinnya di Jakarta, bukan di Bali. “Tidak bisa kami katakan berapa hari untuk mengurus izin. Misalnya Amdal, itu kan perlu sidang, dan kita tidak tahu kapan dapat giliran,” sebutnya dengan ekspresi lesu.
Sebelumnya, dapat rapat yang dihadiri hampir semua anggota Komisi I itu, Wayan Asrama menyatakan sangat minta maaf atas insiden yang terjadi pada 13 Oktober 2024 lalu. Dia menegaskan itu murni tidak sengaja, dengan alasan 99% karyawan setempat warga Bali beragama Hindu. “Kejadian ini sangat memukul kami sebagai pekerja, sangat tidak menyangka sebelumnya karena kami erat dengan desa adat,” sebutnya.
Atas kesalahan itu, dia berujar manajemen minta maaf ke Ida Pedanda yang muput upacara di pantai, yang bersamaan waktunya dengan atraksi kembang api. Manajemen juga melakukan upacara guru bindu piduka akibat insiden, yang diklaim gegara miskomunikasi dan miskoordinasi antara satpam Finns Club dengan pihak desa adat. “Kami akui benar-benar salah. Kami lakukan petunjuk sulinggih di Griya Sesetan itu secara sekala dan niskala. Termasuk mulang pakelem ke laut,” imbuh Putu, bagian HRD Finns Club.
Soal peristiwanya sudah lama tapi baru dipanggil ke DPRD, Waka Komisi I, Dewa Rai, berujar karena waktu itu ada Pilkada, dan anggota DPRD ada kepentingan lain. Namun, dia menepis ini bukan sekadar latah karena sebelumnya Atlas direkomendasi ditutup gegara dinilai menghina simbol Dewa Siwa. “Komisi I ingin menegakkan legal standing. Jangan tiap ada persoalan, pekerja dipakai alasan. Lagian atraksi kembang api itu bukan di areal Finns, itu di pantai yang areal publik,” sergahnya.
Kadispar Bali, Tjok Bagus Pemayun, mengaku sudah memberi teguran tertulis dengan mempelajari laporan kejadian. Instansinya menemukan sejumlah pelanggaran, misalnya dari tidak menghormati dan mengganggu upacara dengan atraksi kembang api saat sulinggih mepuja. Ini melukai perasaan masyarakat. Belum lagi perizinan mereka ada yang bermasalah.
Legislator Oka Antara minta manajemen Finns menertibkan tamu mereka, minimal berpakaian sopan saat datang, supaya Bali tidak terkesan murahan gegara ulah segelintir wisatawan. Ketut Rochineng minta Satpol PP menutup sementara jika izin bermasalah. “Kalau dibiarkan ada dampak lebih besar. Jangan terlalu toleransi dengan urusan agama,” imbuh legislator Tagel Winarta. “Kalau ada salah harus bos tanggung jawab, kasihan anak bawahan,” sambung Somvir. hen