POSMERDEKA.COM, MATARAM – Puluhan aktivis perempuan dan anak dalam Aliansi Pemerhati Perempuan dan Anak NTB menggelar rapat dengar pendapat dengan DPRD NTB, Rabu (9/4/2025).
Mereka menolak rencana Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, yang hendak menggabungkan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) ke dalam Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan. Penggabungan dinilai bukan solusi dan kebijakan mundur mengatasi persoalan anak dan perempuan di NTB.
“Ide penggabungan DP3AP2KB ini adalah kesalahan besar yang tidak diantisipasi sebelumnya. Bagaimana NTB bisa Makmur Mendunia jika masalah perempuan dan anak dicampuraduk dengan urusan sosial serta kesehatan yang terlalu luas cakupannya?” sesal perwakilan Aliansi Pemerhati Perempuan dan Anak NTB, Nur Jannah.
Dia menduga Pemprov NTB sama sekali tidak melakukan kajian mendalam terkait rencana peleburan ini. Nur Jannah menyebut masalah perempuan dan anak tidak bisa dipandang hanya sebagai persoalan sosial, tapi juga menyangkut hak asasi manusia (HAM) yang harus mendapat prioritas.
Terlebih saat ini angka perkawinan anak di NTB meningkat drastis, dari 16,23% pada tahun 2022 menjadi 17,32% pada tahun 2023. Jauh di atas rata-rata nasional yang justru menurun menjadi 6,92%.
Selain itu, tahun 2022 tercatat 1.022 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, dengan 672 kasus di antaranya melibatkan anak-anak. “Kalau DP3AP2KB dilebur, siapa yang akan menangani persoalan ini secara khusus dan terkoordinasi?” gugatnya.
Direktur LPSDM NTB, Ririn Hayudiani, menyoroti peran strategis DP3AP2KB terancam terhapus akibat isu efisiensi anggaran. DP3AP2KB merupakan dinas utama dalam Pengarusutamaan Gender (PUG) sesuai amanah Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000.
DP3AP2KB menjadi penggerak utama dalam penyusunan Anggaran Responsif Gender (ARG), serta peningkatan Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) di NTB.
“IPG dan IDG NTB masih berada di bawah rata-rata nasional. Jika DP3AP2KB dilebur, siapa yang akan mengawasi pencapaian ini? Peleburan ini jelas-jelas mengabaikan amanah dari Inpres No. 9 tahun 2000,” kritiknya.
Saat ini, UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) juga di bawah naungan DP3AP2KB menjadi tumpuan utama dalam menangani dan melindungi korban kekerasan. Namun, dengan peleburan ini, kinerja UPTD PPA akan semakin terganggu dan tidak efektif.
Ririn mengingatkan bahwa DP3AP2KB adalah OPD yang tidak bisa digabungkan. Sebab, urusan wajibnya dengan Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan sangat berbeda.
Menjawab itu, Ketua DPRD NTB, Baiq Isvie Rupaeda; didampingi anggota Komisi V, Didi Sumardi, menyatakan sejak awal tidak sependapat DP3AP2KB digabung bersama Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan.
Sebab, hingga kini Provinsi NTB belum menjadi daerah yang ramah perempuan. “Tapi kewenangan mutlak ada di Gubernur. Nanti kita cermati draf perampingan OPD-nya dan baru kami bersikap secara kelembagaan,” janjinya.
Dia mengaku Gubernur Iqbal menghubunginya setelah dia menyatakan tidak setuju penggabungan OPD itu. Salah satu alasannya adalah agar ketika ada persoalan perempuan dan anak yang minim pendanaan, bisa langsung dieksekusi penanganannya oleh Dinas Sosial. Isvie menyarankan Aliansi Pemerhati Perempuan dan Anak NTB untuk hearing dengan Gubernur Iqbal.
Didi Sumardi juga memastikan akan mengundang perwakilan Aliansi Pemerhati Perempuan dan Anak NTB saat pembahasan Raperda Perampingan OPD jika masuk usulannya ke DPRD NTB. “Kami butuh banyak masukan kawan-kawan dalam rangka perbaikan draf Raperda Perampingan OPD nanti,” pintanya. rul