GINJAL KITA SEDANG LELAH

ILUSTRASI Ginjal Kita

Oleh: dr. Ni Putu Dewi Indriyani, M.Biomed, Sp.PD
(Staf KSM Penyakit Dalam RSUD Klungkung)

“Ginjal tidak pernah mengeluh, tapi ia mencatat setiap detik kesalahan gaya hidup kita.”

Bacaan Lainnya

BEBERAPA tahun terakhir, kasus gagal ginjal akut yang saya tangani di rumah sakit tidak lagi hanya menyerang lansia. Usia 20-an hingga 30-an kini mulai menghuni ruang rawat inap, bahkan ruang hemodialisis. Sebagian datang dengan wajah pucat, bengkak di tungkai, tekanan darah tinggi, bahkan tak sadarkan diri. Semuanya bermuara pada satu hal: fungsi ginjal yang menurun drastis dan mendadak.

Fakta ini sejalan dengan laporan Kementerian Kesehatan RI yang mencatat peningkatan signifikan jumlah pasien gagal ginjal akut pasca pandemi, termasuk anak-anak¹. Gaya hidup modern, makanan olahan, konsumsi cairan yang tidak cukup, dan kurang aktivitas fisik adalah kombinasi yang membawa kita perlahan namun pasti menuju epidemi gagal ginjal.

Saat nasi uduk instan, ramen cup, dan kopi susu kemasan menjadi menu harian yang kita konsumsi tanpa berpikir dua kali, sebenarnya kita sedang memberi beban kerja tambahan pada ginjal. Organ mungil ini bertugas menyaring zat sisa metabolisme dan menjaga keseimbangan cairan serta elektrolit tubuh. Namun makanan tinggi garam, pengawet, dan minuman berpemanis memaksa ginjal bekerja lebih keras. Ironisnya, tubuh kita juga kekurangan cairan karena minuman manis menggantikan air putih.

Baca juga :  SMKN 1 Bangli Tangani Sampah Lewat Teba Modern

Lebih dari itu, kebiasaan duduk terlalu lama di depan layar, kurang gerak, dan tidur larut malam memperburuk sirkulasi darah ke ginjal dan menurunkan efektivitas sistem hormon tubuh. Rata-rata konsumsi garam masyarakat Indonesia bahkan mencapai 12 gram per hari, dua kali lipat dari batas aman WHO².

Berdasarkan data Riskesdas, satu dari sepuluh orang dewasa Indonesia sudah menunjukkan tanda gangguan ginjal, dan mayoritas tidak menyadarinya³. Tak kalah mengkhawatirkan, 90% pasien hipertensi atau diabetes berisiko tinggi mengalami gagal ginjal jika tak dikendalikan dengan baik⁴. Sayangnya, sebagian besar pasien baru terdiagnosis saat fungsi ginjal tersisa di bawah 15 persen, artinya sudah terlambat untuk pencegahan.

Yang membuat kondisi ini semakin genting adalah sifat ginjal yang “pendiam”. Ia tidak mengeluh. Ia bekerja tanpa suara. Tapi ketika sudah terlalu lelah, sinyal-sinyal halus mulai muncul: bengkak di wajah dan kaki, urin berbusa, tekanan darah naik tanpa sebab, atau mudah lelah. Sering kali sinyal ini disalahartikan sebagai kelelahan biasa. Banyak yang datang ke dokter setelah komplikasi terjadi, ketika cuci darah menjadi satu-satunya pilihan.

Penelitian terkini juga menunjukkan hubungan erat antara ginjal dan otak. Ketika fungsi ginjal terganggu, racun metabolik seperti uremic toxin bisa mencapai otak dan menyebabkan gejala seperti gangguan tidur, kebingungan mental, hingga depresi ringan⁵. Inilah yang disebut brain-kidney axiskoneksi fisiologis antara dua organ yang selama ini kita pikir tak berhubungan.

Baca juga :  Maulid Nabi Muhammad SAW, Isvie Jalan Sehat Bareng Warga Dasan Lekong

Apa yang bisa kita lakukan?
Jawabannya bukan terletak pada obat mahal atau teknologi canggih, melainkan pada kebiasaan harian kita. Minumlah cukup air putih—idealnya 30 hingga 35 ml per kilogram berat badan per hari. Batasi asupan garam hingga maksimal satu sendok teh per hari. Lakukan pemeriksaan tekanan darah dan gula darah secara rutin. Hindari konsumsi obat anti-nyeri secara bebas, terutama yang tergolong NSAID.

Dan yang tak kalah penting: bergeraklah. Jalan kaki ringan 30 menit setiap hari bisa menjadi penyelamat ginjal Anda. Ginjal adalah organ yang setia. Ia menyaring sekitar 50 galon darah setiap hari, tanpa henti, tanpa pamrih. Tapi begitu ia lelah dan rusak, seluruh tubuh akan ikut menderita.

Gaya hidup modern mungkin telah menjauhkan kita dari tubuh kita sendiri. Tapi kini, mari mulai kembali mendengar. Suara ginjal tidak terdengar di telinga, tapi terasa dalam kesehatan kita sehari-hari. Karena tubuh bisa bertahan tanpa notifikasi medsos, tapi tidak tanpa ginjal yang sehat. (*)

Catatan Kaki:

1.Kementerian Kesehatan RI. (2023). Situasi Terkini Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA). Siaran Pers No. 08/01/2023.

2.World Health Organization. (2020). Guideline: Sodium intake for adults and children. Geneva: WHO.

3.Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2018). Laporan Nasional Riskesdas 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

4.Kalantar-Zadeh, K., & Jafar, T. H. (2021). Chronic kidney disease: the silent killer. Lancet, 398(10302), 828–839. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(21)00762-0

Baca juga :  Bali United Ingin Pertahankan Momentum Kemenangan

5.Toyoda, K., & Ninomiya, T. (2021). Stroke and cerebrovascular diseases in patients with chronic kidney disease. The Lancet Neurology, 20(3), 193–202. https://doi.org/10.1016/S1474-4422(20)30369-5

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.