Oleh Made Nariana (Pemred Harian Pos Merdeka)
DIATMIKA-MUNTRA di Badung terhenyak, menyesal dan pasti kecewa berat. Mereka terkejut tiba-tiba tidak dapat tanda tangan dari Ketum DPP Golkar menjadi pasangan calon Bupati/Wakil Bupati Badung sebagai penantang pasangan PDI-P Giri Prasta-Suiasa (Giriasa).
Dalam politik hal seperti itu sebetulnya tidak luar biasa. Sebab politik mengenal detik terakhir. Dalam detik terakhir nasib seseorang ditentukan. Siapa menentukan? Tiada lain garis tangan (nasib) seseorang yang konon dapat dibaca melalui garis tangan. Selain itu dapat juga akibat buah tangan. Jika buah tangan tidak cocok, perjalanan seseorang juga dapat tersendat kalau ingin meniti karir tertentu.
Banyak buah yang dapat dihasilkan, jika buah tangan tersebut memenuhi keinginan mereka yang menginginkan buah tangan. Dari garis tangan dan buah tangan, akan menghasilkan tanda tangan. Tanda tangan itu bisa positif dan dapat juga negatif. Disetujui atau ditolak!. Orang bilang, manusia dapat merencanakan, tetapi Tuhan yang menentukan!
Diatmika-Muntra di Badung tidak perlu kecewa apalagi menyesal berhari-hari. Tidak perlu juga ngambul, apalagi sampai stres. Kalau mereka yang terbiasa di politik, masalah seperti itu terlau banyak terjadi. Saya pribadi pernah mengalami. Orang lain bilang menjadi “korban politik”. Tetapi saya lebih senang mengatakan, masalah seperti itu merupakan “risiko politik”.
Supaya hidup tetap enjoi, saya pahami hal itu terjadi, karena nasib dan garis tangan saja. Soalnya saya tidak punya buah tangan. Salah satu tidak ada, jangan bermimpi datang tanda tangan……
Konstelasi politik di Tabanan 10 tahun lalu, lebih naas lagi. Maaf, saya tidak menyebut nama. Pasangan yang sudah dapat rekomendasi, malahan sudah turun kampanye ke lapangan diganti tiba-tiba dengan pasangan lain. Pasangan yang diganti bukan tidak memiliki prestasi. Mereka kader karatan di partai. Toh karena politik, merak diganti di pertengahan setelah sosialisasi ke mana-mana ke masyarakat.
Begitu besarnya airbah datang, akhirnya yang memiliki otoritas dalam mengeluarkan rekomendasi mengganti pasangan tersebut. Politik di Tabanan saat itu tidak riuh, tetapi terdiam seperti orang pingsan karena terkejut saja. Kalau dipikir, betapa sakitnya itu…. betul-betul “di sini”.
Menghadapi pilkada dan pemilihan Bupati/Walikota dan Gubernur di tanah air tahun 2020, ini banyak jago-jago partai politik mengalami kekecewaan. Mereka sudah digadang-gadang jauh hari sebelumnya tiba-tiba tidak mendapat “tanda tangan” alias rekomendasi. Saya yakin banyak pertimbangan mendasari sampai rekomendasi itu gagal diperoleh seseorang, padahal sebelumnya sudah seperti dipastikan dapat.
Hal itu terjadi di Surabaya, Bandung, Medan dan banyak daerah lain di Indonesia. Saya tidak ingin menyebutkan nama-nama mereka yang kecewa sebab sudah banyak diberitakan di media massa, terutama di media sosial dan on line.
Jadi…., melihat kondisi itu saya berharap, kepada rekan -rekan Diatmika dan Muntra segera move-on dengan kondisi politik itu.
Sebaiknya segera berteman kepada pasangan yang mendapat rekomendasi dari DPP Golkar guna membangun Badung ke depan. Kalau masih memiliki keinginan membenahi Badung yang menurut pengakuan mereka sudah baik ini, tunggu lima tahun lagi. Waktu masih panjang, dan politik tidak mengenal kalah-menang. Kekalahan dalam politik, hanya kemenangan yang tertunda!.
Saya percaya dengan garis tangan dan nasib! Semoga kebaikan datang dari berbagai penjuru! (*)