Oleh Made Nariana
BANYAK yang tahu, bahwa dalam pemilu (pilpres dan pileg) di negeri Kanoha belum lama ini, banyak kalangan “membeli” suara. Mereka ingin menjadi pemimpin dengan permainan uang. Di media sosial banyak yang nyata-nyata bagi amplop. Tetapi banyak juga yang diam-diam melalui calo politik di desa-desa. Itu kenyataan!.
Semangat calon pemimpin kita melakukan permainan gambaling (judi). Banyak yang menang. Tapi tidak sedikit pula yang kalah! Permainan judi dalam politik, kini menjadi rahasia umum. Rahasia tapi umum dikenal banyak orang.
Namanya saja judi, kalah – menang bagi mereka yang senang judi, tidak persoalan. Memang barangkali ada yang stress, jika tidak biasa gambling. Tetepi bagi gambler, hal serupa sudah menjadi makanan sehari-hari bagi mereka.
Menghadapi pilkada Bupati dan Gubernur November 2024 nanti, tidak mustahil banyak tokoh akan maju dengan semangat judi. Uang diambur-amburkan guna mencapai tujuan menjadi pemimpin.
Suatu saat masyarakat pemilih mengalami bahwa seorang pemimpin menawarkan program kepada masyarakat. Program itu yang dilihat, dikaji dan dipelajari. Kalau program mereka baik, memberi harapan, membawa manfaat bagi rakyat banyak dan terakhir mensejahterakan rakyat – baru mereka dapat pilihan. Ini hal yang sangat ideal. Sebaiknya politik mencari kekuasaan dengan menawarkan program bagi masyarakat jauh ke depan, paling tidak berlaku selama 5 tahun.
Kini jaman berubah. Entah siapa yang memulai, masyarakat maupun tokohnya kelihatan pragmatis. Entah di desa, entah di kota kondisinya sangat mirip. Siapa berani berapa, merekalah yang dapat pilihan. Siapa yang menggelontorkan bansos tepat di saat menjelang pemilihan, merekalah yang dianggap peduli dengan rakyat. Apa bansos menggunakan dana APBN untuk pribadi atau golongan, tidak soal!
Pemberian itu harus individu. Dari pribadi ke pribadi. Bansos dan hibah demi orang banyak, demi desa, demi pembangunan bersama sering kurang, sekali lagi kurang dihargai. Rakyat ingin merasakan langsung di perutnya. Banyak yang kurang merasakan jika bantuan demi kepentingan bersama. Demi kepentingan pembangunan Pura, Bale Banjar atau Wantilan.
Banyak kalangan kini kurang memikirkan masa depan mereka. Kurang berpikir bagaimana generasi berikutnya, anak dan cucu. Yang penting, bagaimana kehidupan sekarang. Tidak salah, jika hal itu menjadi pemikiran orang kurang mampu, tentu wajar.
Tetapi mereka yang sudah berada pun masih tidak dapat mensyukuri apa yang sudah diperolehnya. Mereka merasa masih kurang, dan tidak mau memikirkan kepentingan orang banyak. Kepentingan orang banyak dianggap menjadi beban pemimpin, beban prajuru mereka. Bukan beban bersama untuk bersama.
Saya melihat inilah problem masyarakat belakangan ini. Oleh karena itu menghadapi pilkada Bupati dan Gubernur tahun 2024, siapa pun ingin menjadi pemimpin harus siap menjalankan semangat gambling. Jangan menganggap Anda akan mendapat pilihan jika hal seperti ini tidak dipikirkan. Memang tidak semua masyarakat berharap seperti itu.
Namun kelihatan banyak tokoh sudah koar-koar siap melakukan segala cara guna memenangkan pilkada. Banyak cara, tentu salah satunya memobilisasi rakyat pemilih dengan iming-iming duit. Paling tidak melakukan prosesi “mepatung” tiap saat.
Saya geli melihat rakyat sudah gampang dikendalikan dengan jejeran ratusan babi untuk “mepatung”. Mereka dengan mudah menyimpulkan rakyat sudah mendapatkan kesejahteraan paripurna. Bagaimana program yang sejati seorang pemimpin, jika kelak berkuasa, itulah yang seharusnya menjadi keinginan masyarakat normal dan waras. Memangnya kita sudah tidak waras dalam memilih pemimpin? Entahlah! (*)