PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi), memang melarang masyarakat mudik untuk lebaran tahun ini. Tetapi kenyataan sejumlah masyarakat diam-diam atau dengan berbagai dalih, tetap ada yang mudik. Istilah mereka pulang kampung.
Namun harus diakui, gerakan mudik tidak sedasyat tahun-tahun sebelumnya jika menjelang hari raya suci seperti Idul Fitri alias lebaran tersebut.
Sebulan penuh umat muslim menjalani ibadah berpuasa. Puncaknya umat merayakan Lebaran, sebagai kemenangan yang perlu dirayakan bersama keluarga.
Kali ini, akibat wabah Corona (Covid-19) di mana – mana salah satu syaratnya adalah hidup harus jaga jarak (social distancing). Corona akan hidup subur, jika manusia berkerumum (bertemu keluarga dalam jumlah banyak dari berbagai daerah). Oleh karena itu, untuk kali ini — bertemu keluarga harus dihindari, sehingga kebiasaan (adat) mudik dilarang.
Setiap orang yang ingin menjaga keluarga tetap sehat, pasti memahami pelarangan mudik tersebut. Kita tidak tahu, siapa tahu, salah satu keluarga ada yang OTG (orang tanpa gejala) Corona membawa nestapa bagi seluruh keluarga.
Bagi penduduk Bali (dan pendatang) yang biasa mudik setiap tahun, rupanya menyadari hal itu. Seminggu – dua minggu sebelum hari raya Lebaran biasanya Bali sudah gembos. Lalu lintas lenggang. Pedagang Bakso, tahu dan pedagang rujak keliling sepi. Pedagang di pinggir jalan juga “menghilang”. Pokoknya Bali lebih lenggang, jika sudah ditinggal mudik. Suasana itu sering kita rasakan tahun sebelumnya.
Tetapi kini? Corona memberikan peringatan, bahwa rakyat tidak boleh ke mana-mana. Suasana sosial kemasyarakatan Bali tetap seperti normal. Konon, ada sedikit keramaian di pelabuhan keluar Gilimanuk, tetapi tidak sebanyak seperti tahun sebelumnya.
Bahkan kalau dilihat dari Bandar Udara Ngurah Rai, ada kecendrungan tamu masuk Bali. Pasalnya, Bali dikenal berhasil mengelola wabah Corona sehingga tidak meluas, seperti daerah lainnya. Hal tersebut menjadi promosi khusus, sehingga di saat Lebaran di Jakarta, ada pihak tertentu malah ingin “berlibur” ke Bali.
Sebagai daerah terbuka dan tujuan wisata – tentu Bali tidak dapat menolak kedatangan orang. Tetapi Gubernur Bali Wayan Koster, sejak awal sudah memperketat pintu masuk Bali. Melalui Surat Edaran (SE) Nomor 10925 tahun 2020, diatur tentang pengendalian perjalanan orang, jika ingin masuk Bali.
SE itu mengisyaratkan, setiap orang masuk Bali tetap harus memenuhi protokol kesehatan yang berlaku. Bakan diberlakukan lebih ketat, sehingga Bali sebagai daerah wisata tetap aman. Pendek kata, hanya orang sehat dari wabah Corona dapat masuk ke Bali, karena ada pelonggaran angkutan udara, laut dan darat.
Kebijakan yang sudah mendapat izin pemerintah pusat itu, hendaknya juga diberlakukan saat arus balik usai Lebaran. Jumlah orang arus balik yang biasanya dua sampai tiga kali lipat dari arus mudik, sudah biasa terjadi di tahun-tahun sebelumnya.
Justru kondisi ini yang perlu diwaspadai, sebab sejumlah daerah di Jawa Timur kini menjadi zone merah. Tidak mustahil mereka yang lolos mudik, dan kelak kembali ke Bali usai Lebaran, bergesekan dengan orang di zone merah, dan kemudian membawanya ke Bali.
Arus mudik tersebut seharusnya tuntas dan usai di pintu masuk pertama. Bukannya di razia setelah mereka berada di desa atau kampung-kampung di seluruh Bali.
Cerita itu, hanya akan memberikan pekerjaan tambahan buat pecalang, selain mereka sudah sibuk menjaga desa adatnya masing-masing di sejumlah perbatasan wilayah. Waspadai arus balik…… [Made Nariana/POSBALI]