POSMERDEKA.COM, DENPASAR – Pemprov Bali banyak memiliki aset lahan, tapi lokasi dan pengelolaannya kurang transparan. Kondisi ini membuat aset tersebut kurang produktif untuk mendulang pendapatan bagi daerah, karena investor susah mengakses datanya. Komisi 2 DPRD Bali mendesak Pemprov untuk mendata aset yang ada secara online, tidak lagi manual seperti sekarang.
Dalam rapat kerja Komisi 2 DPRD Bali dengan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan Bapenda Bali, Rabu (18/3/2025), Wakil Ketua Komisi 2, Gede Kusuma Putra, minta penjelasan terkait optimalisasi aset Pemprov. Terutama aset di lokasi-lokasi strategis. Juga sejauh mana capaian pendapatan pada tahun 2025. “Kalau bisa dikerjasamakan akan lebih menghasilkan sumber PAD,” sebutnya.
Kusuma juga menyarankan aset yang luasnya di bawah 10 are, kalau bisa dilepas saja. Daripada lahan itu disalahgunakan oknum dengan disewakan, atau bahkan disertifikatkan.
Ketua Komisi 2, Agung Bagus Pratiksa Linggih, menanyakan perkembangan kasus sewa lahan di ITDC Nusa Dua, juga di Sangeh, Badung yang disebut mesti renegosiasi oleh Gubernur Koster. Dia menilai pengelolaan aset Pemprov kurang jernih, dan ada tumpang tindih dengan lahan pribadi. Keadaan ini tidak produktif di tengah ada efisiensi anggaran dan defisitnya APBD.
“Kita berharap selain pungutan wisatawan asing, BPKAD jadi tumpuan, karena aset di Bali lebih mudah menjual dibanding provinsi lain. Saya lihat belum ada gebrakan riil,” tuding Ajus, sapaan akrab politisi Golkar itu.
“Saya minta tahun ini online-kan aset daerah seperti provinsi lain. Kalau mau apa masalahnya? Kalau anggaran, saya siap biayai segera online. Itu bukan investasi berbelit,” tegasnya.
Kepala BPKAD sekaligus Plt. Kepala Bapenda Bali, Dewa Tagel Wirasa, menyebut masalah aset di Nusa Dua akan dirapatkan lagi untuk membahas apa isi perjanjian antara Pemprov Bali dengan penyewa. Kalau nilai sewa itu diterima, dia bilang bisa ada pendapatan untuk daerah di tahun 2025.
Ajus juga menanyakan aset Pemprov yang disewa salah satu perumda dan kemudian disewakan kembali dengan BUMN. Menurutnya ini tidak benar, karena ada transisi profit dari perumda ke Pemprov. Dewa Tagel menjawab secara regulasi Pemprov tidak bisa melarang, tapi mengakui memang ada potensi kekurangan profit penyewaan. Sebab, ada biaya yang mesti ditanggung Pemprov.
“Tidak masalah kerja sama, tapi perumda jadi makelar. Jangan sampai bawang sewaan disewakan lagi. Bagi laba bisa, tapi dipotong biaya dari perumda,” desak Ajus.
Setelah menyimak pemaparan Dewa Tagel terkait target dan capaian pendapatan, termasuk pengelolaan aset, Ajus menekankan agar BPKAD serius menata pengelolaan aset Pemprov. Salah satunya dengan memasukkan data secara online agar bisa terbuka untuk publik. Ketika DPRD Bali kunjungan kerja ke luar daerah misalnya, bisa menawarkan ke investor untuk investasi ke Bali.
“Mereka tinggal lihat secara online, jadi tidak harus datang ke kantor BPKAD Bali untuk cek lahan. Minimal investor paham mana lahan kosong dan apa peruntukannya. Kalau bisa tahun ini semua data aset diinput,” lugasnya. hen