POSMERDEKA.COM, MATARAM – Praktik dugaan kecurangan dengan dalih pengamanan suara yang dilakukan penyelenggara adhoc Pemilu 2024, menuai atensi Bawaslu NTB.
Ketua Bawaslu NTB, Itratip, mengaku menerima sejumlah aduan terkait perilaku oknum penyelenggara pemilu adhoc di tingkat kecamatan. Mereka diduga berbuat curang dalam proses rekapitulasi perolehan suara Pemilu 2024.
Itratip menegaskan komitmen untuk memproses laporan itu sampai tuntas, sekaligus menindak tegas agar ada efek jera. Sebab, modus pengamanan suara yang dilakukan PPK maupun jajaran Panwascam seperti itu tak boleh didiamkan.
“Ini bisa juga dalam proses terjadi kesepakatan, permufakatan jahat antara oknum PPK dengan Panwaslu. Dan, kami sangat terbuka untuk melakukan pendalaman terkait hal itu,” jamin Itratip, Minggu (17/3/2024).
Kepada parpol yang merasa menjadi korban, dia mengimbau untuk serius melaporkan hal tersebut. Itratip menjamin akan menjadikan hal tersebut sebagai atensi khusus. Hanya, dia mengakui untuk membongkar praktik kecurangan semacam itu tak bisa hanya mengandalkan Bawaslu.
Semua pihak yang terlibat harus bertanggung jawab. “Kami minta dukungan masyarakat agar praktik-praktik seperti ini harus dibongkar, supaya dapat menjadi pembelajaran bagi penyelenggara pemilu, baik PPK maupun panwascam,” ajaknya.
Wakil Ketua DPW Perindo NTB, M. Samsul Qomar, mengaku telah melaporkan Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Jonggat dan Pringgarata ke Bawaslu NTB. Qomar melaporkan dugaan suap pengamanan suara Pemilu 2024.
“Kami sudah melaporkan PPK Jonggat dan PPK Pringgarata, tapi kami diminta ke Gakkumdu Lombok Tengah karena lokusnya di Kecamatan Jonggat dan Pringgarata. Kami laporkan kasus suap pengamanan suara yang dilakukan Ketua PPK Jonggat dan Ketua PPK Pringgarata,” beber Qomar.
Dia mengklaim mengantongi bukti-bukti transfer uang kepada oknum Ketua PPK Jonggat dan Pringgarata terkait pengamanan suara Pemilu 2024. Uang ditransfer sejumlah orang, yang kini merasa dirugikan atau tertipu kedua oknum penyelenggara pemilu adhoc tersebut. Untuk bukti transfer yang didapat ada senilai Rp50 juta, ada Rp2,5 juta, Rp4,9 juta.
“Modusnya pengamanan suara dan penambahan suara. Oknum Panwaslu juga ada, kami juga dapat bukti transfernya. Tapi kami masih cari bukti yang lain, karena ada yang main bersih dan kotor,” jelas Qomar.
Terkait korban, dia menyebut umumnya sejumlah calon legislatif DPRD Lombok Tengah. Selain dua kasus tersebut, ada juga terjadi di wilayah Kecamatan Praya Timur dengan korban mengaku mengalami kerugian hingga ratusan juta.
Dia mendalami ada juga caleg DPRD NTB kena tipu tapi belum dibuka semua. “Ada juga caleg Demokrat Dapil 5 Lombok Tengah, cuma masih menunggu uangnya dikembalikan,” ungkapnya.
Berikutnya ada juga caleg Perindo yang kena tipu sekitar Rp20 juta oleh oknum Panwaslu Lombok Tengah. Dia berharap kejadian ini ditindak karena masuk tindak pidana pemilu, dengan modus mengamankan dan menambah suara. “Korban diperdaya dan ditipu. Sudah kalah tertipu lagi,” cetusnya bernada menyesalkan. rul