POSMERDEKA.COM, DENPASAR – Fraksi-fraksi DPRD Bali menyampaikan Pandangan Umum (PU) Fraksi atas Raperda tentang Perubahan Atas Perda Nomor 6/2023 tentang Pungutan Bagi Wisatawan Asing (PWA) untuk Perlindungan Kebudayaan dan Lingkungan alam Bali, juga Raperda Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tahun 2025-2055, Selasa (8/4/2025). PU disampaikan pada rapat paripurna di DPRD Bali, dipimpin Ketua DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya. Dari eksekutif hadir Wakil Gubernur Nyoman Giri Prasta, bersama para kepala OPD.
Memulai PU, juru bicara Fraksi PDIP, Nyoman Suwirta, menyatakan format perubahan substansi dalam Raperda PWA memang perlu dilakukan. Dia menyatakan sepakat dengan perubahan substansi hukum tersebut, sepanjang tidak menyimpang dari tujuan awal pembentukan Raperda. Pun semangat perubahan hanya dilakukan dan dimaknai sebagai dasar hukum menciptakan efektivitas pelaksanaan pungutan bagi wisatawan asing secara transparan serta partisipatif.
Fraksi PDIP juga sependapat terkait format penambahan substansi kerja sama pungutan dengan mitra manfaat atau collecting agent, guna optimalisasi dan efektivitas teknis pelaksanaan pungutan. Ini untuk lebih memberi kepastian hukum dan menghindari keragu-raguan dalam pelaksanaannya. “Perlu diatur lebih lanjut mengenai kriteria dan syarat perseorangan yang dapat menjadi mitra manfaat, serta teknis pelaksanaan kerja sama, agar pengawasan dapat dilakukan lebih komprehensif,” bebernya.
Di kesempatan kedua, Kade Darma Susila yang membacakan PU Fraksi Gerindra-PSI mengingatkan Gubernur sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Konsekuensinya, Gubernur tidak hanya sebagai kepala daerah otonom, tapi juga sebagai wakil pemerintah pusat di wilayah provinsi yang mesti taat dan bertanggung jawab kepada Presiden. Terkait PWA sejak tahun 2024, Fraksi Gerindra menilai masih ada kendala. Ini dapat dilihat dari 6,3 juta kunjungan wisatawan asing tahun 2024, baru 2,1 juta atau 33,5% membayar pungutan.
“Kami turut mendorong perubahan Perda dimaksud dengan catatan menyeluruh atau setidaknya lebih luas. Diawali penamaan konsideran, dasar hukum, dan materi muatannya. Soal kerja sama pihak lain, perlu ada penjelasan Gubernur siapa dimaksud pihak lain? Apa parameter objektifnya? Bagaimana pengawasan bisa berjalan baik?” paparnya.
Fraksi Golkar melalui Yuli Artini memakai momentum penyampaian PU Fraksi ini untuk mengkritisi sejumlah persoalan di Bali. Golkar menyoroti masalah sampah, pendatang ilegal yang mengakibatkan kriminalitas meningkat, kemacetan, sampai minimnya lapangan pekerjaan. Meski mengapresiasi SE Gubernur Nomor 9/2025, tapi dilihat perlu sosialisasi dengan pihak terkait. “Tidak bisa dibebankan desa adat saja, dan pengawasan agar optimal,” serunya.
Fraksi Golkar juga mendorong Gubernur lebih tegas menyikapi kasus intoleransi saat Hari suci Nyepi di daerah Loloan, Jembrana oleh umat lain. Ini perlu disikapi tegas dengan komunikasi lintas agama agar tidak terulang lagi. “Angka bunuh diri di Bali tertinggi di Indonesia, salah satu sebabnya adalah kasus utang pinjol dan judol. Agar ini dikaji dengan pihak terkait untuk pencegahan,” sarannya.
Terakhir IGA Mas Sumatri yang membacakan PU Fraksi Demokrat-Nasdem juga mengkritisi belum optimalnya penerapan PWA yang hanya 33,5% yang membayar. Karena itu, dia menyatakan setuju dilakukan perubahan Perda PWA agar hasilnya optimal dan sesuai harapan. Fraksi ini pula membidik adanya “kawin kontrak” antara warga lokal dengan orang asing, sebagai modus orang asing bisa memiliki aset dan properti di Bali.
Di bidang infrastruktur, Sumatri menyerukan Pemprov perlu menyediakan toilet di pura Kahyangan Tiga di setiap desa adat. “Juga memberi kipas angin di sekolah SD, SMP, SMA di Karangasem supaya siswa nyaman belajar,” pintanya menandaskan. hen