Dewan Undang Diskes dan IDI Tabanan, Pasien Meninggal Usai Bedah Minor

KOMISI I dan IV DPRD Tabanan mengundang Diskes Tabanan dan IDI Tabanan, di Ruang Rapat DPRD Tabanan, Selasa (1/11/2022). Foto: ist

TABANAN – Komisi I dan IV DPRD Tabanan mengundang Dinas Kesehatan (Diskes) Tabanan dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Tabanan, di Ruang Rapat DPRD Tabanan, Selasa (1/11/2022).

Pertemuan tersebut dipimpin Ketua Komisi IV, I Gusti Komang Wastana, dan juga dihadiri Ketua Komisi I, I Putu Eka Putra Nurcahyadi, membahas tentang dugaan kelalaian oknum tenaga medis di Kecamatan Pupuan, yang mengakibatkan seorang pasien meninggal dunia.

Bacaan Lainnya

Pasien dimaksud adalah yang menderita lipoma, sejenis tumor jinak, di bagian kepala. Pasien tersebut kemudian menjalani operasi bedah minor di tempat praktik dokter swasta di Kecamatan Pupuan.

“Kami mengundang instansi terkait, dalam hal ini dinas kesehatan dan IDI, untuk mengetahui kronologi peristiwa seorang warga di Kecamatan Pupuan yang meninggal dunia setelah mendapatkan penanganan medis oleh salah seorang oknum dokter. Kami ingin memastikan, apakah penanganan operasi dimaksud sudah sesuai SOP atau belum,” ujar Wastana.

Sementara anggota komisi I yang juga asal Pupuan, I Gede Purnawan, mengatakan bahwa keluarga duka juga masih ada hubungan keluarga dengannya. “Saya baru dengar pada Sabtu (29/10/2022) sore. Ketika mau dikubur pada sore hari, saya dapat info kalau ada warga yang meninggal, dan seusai penguburan, suami korban datang ke rumah saya, dan saya juga tanya tentang kronologinya,” ujarnya.

Baca juga :  Curi Uang dan Tabung Gas, Remaja 17 Tahun Dibekuk Polisi

Dikatakan bahwa suami korban telah menceritakan peristiwa itu. Si pasien datang ke tempat praktik pribadi oknum dokter berinisial S, dengan keluhan ada benjolan di kepala.

“Diceritakan pada saat itu kemudian untuk melakukan pembedahan. Namun, setelah itu pasien kejang-kejang, dan kemudian dirujuk ke Puskesmas Pupuan I. Sampai di puskesmas, nyawa pasien tidak bisa diselamatkan, dan dinyatakan meninggal dunia,” ujar Purnawan terbata-bata, sambil menutupi wajahnya dengan kepala menunduk.

Sesekali dia mengusap kedua matanya dengan jari tangannya. Singkat cerita, Purnawan mengungkapkan semua hal seperti yang dikatakan suami pasien tersebut. “Saat tiba di Puskesmas Pupuan I, kondisi pasien sudah sangat memprihatinkan, sampai kemudian dinyatakan meninggal dunia,” ujarnya.

Purnawan juga menyebutkan bahwa setelah pasien meninggal, sang suami minta pertanggungjawaban kepada dr. S, dengan meminta kompensasi sebesar Rp200 juta. Namun, dr. S tidak menyanggupi permintaan tersebut, hanya menawarkan untuk memberikan santunan sebesar Rp1 juta seumur hidup kepada keluarga pasien.

Sementara dr. S yang juga hadir dalam pertemuan tersebut, menjelaskan tentang kronologi peristiwa dimaksud. Menurut dia, tindakan medis sudah sesuai dengan prosedur. Dikatakan pula ada ketidakjujuran si pasien saat ditanya terkait riwayat kesehatan sebelum tindakan selanjutnya.

“Di antaranya, saat ditanya apakah memiliki riwayat sesak napas, pasien mengatakan tidak. Begitu juga ketika ditanya ada alergi obat dan dada sering berdebar, lagi-lagi pasien juga menjawab tidak,” ujarnya.

Baca juga :  Pamsimas di Nyalian Mampu Angkat Air 5 Liter Per Detik

Selanjutnya, kata dr. S, analisa dan persetujuan pasien dan keluarga pun dibuat, kemudian melakukan tindakan. Napas pasien pun mulai berat. “Saya panggil suami si pasien, lalu ambil obat injeksi, dan menyiapkan oksigen sambil menelepon ambulans,” ujarnya.

Kata dr. S, segala upaya untuk menolong pasien tersebut telah dilakukan. Setiba di Puskesmas, pasien ditangani dengan memasang infus, oksigen, lalu diberikan RJP dan suntikan anaphylactic. Namun, sekitar pukul 18.00 Wita, pasien dinyatakan meninggal dunia.

Terkait peristiwa itu, Kadis Kesehatan Tabanan dr. I Nyoman Susila, mengatakan, bahwa pihaknya telah melakukan rapat dengan IDI Tabanan, guna membahas regulasi dan SOP yang dilakukan dr. S. Diungkapkan pula bahwa dr. S memiliki surat izin praktik (SIP).

“Dari soal kewenangan, dokter umum di faskes tingkat 1 memang boleh melakukan tindakan bedah minor, dengan ukuran kurang dari 6 sentimeter. Beliau (dr. S) juga sudah memberikan penjelasan kepada pasien tentang risiko tindakan, dan juga sudah minta persetujuan pasien. Syok anaphilatic ini bisa terjadi kepada siapa saja, dan jika terjadi dengan waktu sangat pendek untuk menolong,” jelas dr. Susila. gap

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.