DENPASAR – Kajian KPU dan penggiat demokrasi atas hadirnya sejumlah potensi persoalan teknis jika Pemilu-Pilkada dilaksanakan serentak pada 2024, pada saat yang sama melahirkan alternatif solusi. Salah satunya adalah memperpanjang masa kerja KPU periode sekarang yang berakhir pada 2023. Pertimbangannya agar tidak terjadi gegar budaya kerja jika pelaksanaan Pemilu-Pilkada Serentak yang demikian kompleks, dijalankan komisioner baru.
Ketua KPU Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan, Minggu (21/2/2021) berujar, masa jabatan komisioner di KPU RI, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota berbeda bulan. Dengan asumsi rekrutmen komisioner dijalankan pada medio 2023, sedangkan pada saat itu sedang dijalankan tahapan Pemilu-Pilkada, maka berpotensi terjadi penumpukan pekerjaan. “Saran KPU ya diperpanjang masa kerja komisioner periode ini, diganti setelah 2024. Teknisnya seperti apa, itu bergantung pemerintah,” katanya.
Lebih jauh dipaparkan, kesiapan jajaran penyelenggara melaksanakan tahapan tiga jenis pemilu pada tahun yang sama itu perlu diperhatikan pemerintah. Untuk rekrutmen komisioner butuh waktu, belum lagi merekrut jajaran penyelenggara ad hoc mulai dari PPK, PPS, sampai KPPS. Itu masih ditambah bimtek untuk jajaran ad hoc tersebut.
“Setelah di (KPU) RI, lalu KPU provinsi, baru KPU kabupaten/kota. Masa baru dilantik komisioner periode baru, langsung diberi tanggung jawab besar begitu? Ingat pengalaman Pemilu 2019, komisioner lama saja berat menjalankan, apalagi jika komisionernya orang-orang baru semua?” ulas mantan Ketua KPU Bangli dua periode itu.
Masalah teknis lain, sambungnya, yakni memisahkan pengelolaan anggaran dari APBN untuk Pemilu dan APBD untuk Pilkada. Memakai estimasi Pemilu bulan April dan Pilkada bulan November, sumber pendanaan juga harus dipertimbangkan, apakah memakai anggaran induk atau perubahan. Bahkan penggunaan dana untuk KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota saja berbeda-beda nomenklaturnya.
“Misalnya untuk surat suara dari KPU provinsi, tapi kotak suara di kabupaten/kota. Payung hukumnya harus dibuat jelas, dan mesti ada sinkronisasi antara Mendagri dengan Menteri Keuangan untuk penggunaan anggarannya. Jangan sampai KPU sulit bergerak karena payung hukumnya ngga jelas,” urainya.
Menurut komisioner Bawaslu Bali, I Ketut Sunadra, idealnya ada periodisasi tiga jenis pemilu serentak pada tahun 2024 itu. Pemilu Legislatif digelar awal tahun, misalnya Februari. Kemudian Pilpres dilangsungkan Mei, lanjut jika ada putaran II pada Juli, dan Pilkada pada November dengan tahapan pencalonan dimulai bulan Agustus.
“Aspek pengawasan (Bawaslu) itu memastikan demokrasi berlangsung sesuai prosedur dan substansi yang diharapkan dalam pemilu. Pengawasan untuk memastikan tahapan berlangsung sesuai jadwal waktu, tata cara atau mekanisme yang dianut. Secara substansial berarti menghasilkan figur kuat dari segi visi, misi, program, dan rekam jejak terkait kompetensi, kapasitas, kapabilitas dan integritas,” ucap mantan akademisi tersebut.
Untuk tahapan kampanye, Sunadra menilai cukup 7-8 minggu atau sekitar dua bulan sebagai medium pematangan visi-misi dan program. Bagi dia, durasi itu cukup bagi calon peserta pemilu untuk memperkenalkan diri sebagai figur yang layak dan pantas dipilih dalam kontestasi pemilu. hen