POSMERDEKA.COM, MATARAM – Tudingan sejumlah pihak yang menyebut APBD NTB 2025 tidak berkualitas, tampaknya mulai terlihat tanda-tanda. Hasil evaluasi Komisi III DPRD bidang Keuangan dan Perbankan dengan OPD mitra, ditemukan ada kewajiban pekerjaan yang gagal bayar di sejumlah OPD Pemprov pada tahun 2024. Angkanya mencapai Rp50 miliar lebih.
“Itu sebagian besar merupakan proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2024,” seru anggota Komisi III DPRD NTB, M. Nasib Ikroman atau Acip, usai rapat dengar pendapat (RDP) dengan OPD Pemprov, Selasa (21/1/2025).
Dia menjabarkan, sebaran paket proyek DAK yang belum tuntas hingga 31 Desember 2024 berada di Dinas Kominfotik, Dinas Pertanian, Dinas Perdagangan hingga Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud). Yang paling besar angkanya berada di Dinas Dikbud. “Jika BPKAD belum melakukan pembayaran hingga tenggat waktu 31 Desember 2024, itu artinya realisasi fisik DAK belum tuntas,” bebernya.
Acip mengkritisi pernyataan Asisten III Setda NTB, Wirawan Ahmad, yang mengklaim tahun 2025 Pemprov pasti bebas utang karena APBD sudah sehat. Padahal ada praktik keuangan di APBD 2025 yang akan menanggung utang proyek yang belum tuntas pada tahun 2024.
DAK itu berbeda dengan dana lainnya, lantaran uangnya siap sedia di BPKAD. “Jika ada proyek 2024 dibayarkan di tahun 2025, itu tanda APBD 2025 memang enggak berkualitas. Jadi, aneh ada pejabat Pemprov yang berani sebar hoaks ke publik,” cibirnya.
Dalam kesempatan itu, Acip juga menyoroti pengelolaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang dikelola Pemprov. Menurutnya banyak realisasi pencairan program tersebut selama ini, tapi tidak banyak dinikmati para petani tembakau. Padahal penggunaan dana DBHCHT diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 222/PMK.07/2017 tentang Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi DBHCHT.
Karena itu, dia menuding Pemprov banyak berlaku zalim terhadap petani tembakau di wilayah penghasil. Mulai dari Kabupaten Lombok Timur (Lotim), Lombok Tengah (Loteng) dan Lombok Barat (Lobar).
“Pemprov ini aneh, DBHCHT itu berasal dari keringat siang dan malam petani tembakau menggarap lahan. Tapi giliran terealisasi dari pusat, malah petani tembakau sangat minim merasakan. Yang ada program DBHCHT dirasakan oleh bukan dari daerah penghasil,” tandasnya bernada menyesalkan. rul