Membangun Optimisme Masyarakat Bali

Ilustrasi. Foto: ist
Ilustrasi. Foto: ist

PALING tidak sampai Minggu ini,  Bali dianggap mantap dalam menangani perkembangan wabah Covid-19, kalau tidak boleh dikatakan sukses. Pemerintah pusat sudah mengakui hal itu.

Tanpa melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Bali dianggap mampu mengendalikan wabah Corona yang mengguncang ekonomi dunia ini.

Bacaan Lainnya

Sebelumnya banyak kalangan nasional maupun internasional mengkhawatirkan Bali akan dilanda Covid-19 yang sangat mengganas, karena pulau ini menjadi destinasi turis internasional.

Melalui Menko Maritim Luhut Binsar Penjahitan, Bali diharapkan akan menjadi pulau pertama yang bebas Corona. Semoga benar demikian.

Saya melihat, sebetulnya kalau saja tidak ada PMI (Pekerja Migran Indonesia) yang ramai pulang atau dipulangkan ke Bali – kita sudah relatif aman dari wabah tersebut. Tetapi, kita tidak boleh menyalahkan PMI, sebab mereka terdampak akibat kasus global secara internasional.  Itu bukan salahnya PMI, tetapi salahnya Corona yang ternyata mengubah peradaban umat manusia secara drastis.

Betapa tidak? Mereka yang biasa jorok diminta hidup bersih dan sehat. Hidup dengan menjaga jarak supaya selamat, dekat-dekat malah berbahaya. Manusia diminta kembali mendekat dengan alam, sesama keluarga karena diminta di rumah saja. Selain itu, selalu dekat dengan Tuhan dan leluhur, berdoa mohon keselamatan sebab Corona tidak melihat derajat manusia.

Baca juga :  Tolong, Petugas di Pintu Masuk Bali Tegas Sesuai Surat Edaran Gubernur Bali, Jangan Main-main, Bali Harus Aman

Pendek kata, sebagai manusia kita diharapkan disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan Corona. Mengurangi kumpul, bahkan juga menyederhanakan segala bentuk upacara adat dan keagamaan.

Akibat Corona sejumlah peradaban manusia berubah total. Bahkan bagi Hindu, budaya hormat yang sebelumnya sempat hilang, kini dilakukan dengan mencakupkan tangan jika bertemu dengan teman serta sahabat atau teman lama.

Gaya namaste (salam tanpa kontak fisik, melakukan  hormat dengan mencakupkan tangan)  menjadi semakin massif di kalangan umat manusia. Kita harus meninggalkan cipaka-cipiki dengan pipi, sebab dikhawatirkan budaya tersebut menularkan wabah Corona.

Satu hal yang dapat membangun optimsime masyarakat Bali dalam menghadapi Corona ini tiada lain — semua elemen masyarakat dengan kompak melakukan usaha secara sekala dan niskala.

Warga krama adat maupun dinas kompak menjalankan usaha secara fisik berdasarkan rasionalitas tinggi. Di balik itu melakukan usaha niskala dengan selalu mohon kehadapan Ida Sanghyang Widi Wasa dan para leluhur supaya wabah itu segera berhenti.

Kekompakan, disiplin dan keiklasan itu rupanya menjadi salah satu faktor, sehingga dampak Corona di Bali melambat sehingga korban meninggal tidak begitu banyak.

Hal ini juga menjadi pengamatan dunia luar. Bahkan ada media sosial memberitakan, pengamat luar negeri,  ingin mengadakan penelitian mengapa Bali dapat mengendalikan Corona dengan lebih baik dibandingkan daerah lainnya. Hanya mereka yang irihati tidak menerima kenyataan ini. Bahkan berillusi membangun parlemen bayangan serta menghayal menjadi pejabat legislatif dan eksekutif. Mereka selalu tidak puas dengan apa yang dikerjakan pemerintah bersama jajarannya. [jmc]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.