DENPASAR – Jajaran PGRI Kota Denpasar di bawah kepemimpinan Drs. I Ketut Suarya, M.Pd., bergerak cepat melaksanakan Konferensi Cabang PGRI dalam rangka memenuhi amanat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PGRI. Pada Jumat (27/11/2020) Konferensi Cabang PGRI Denpasar Barat digelar secara terbatas dan taat prokes di SDN 5 Padangsambian. Konferensi Cabang PGRI Denpasar Barat dibuka Camat Denpasar Barat, AAN Made Wijaya.
I Made Arka, S.Pd., M.Pd., terpilih secara aklamasi menjadi Ketua Cabang PGRI Denpasar Barat periode 2020-2024 menggantikan Dr. I Wayan Ritiaksa, S.Ag., M.Ag. Konferensi Cabang PGRI Denpasar Barat berlangsung cepat sesuai agenda utama konferensi adalah melaporkan hasil pelaksanaan program masa bakti XXI, dan pemilihan pengurus PGRI Cabang Denpasar Barat periode XXII Tahun 2020-2024. Sekretaris dipercayakan kepada Dra. Yamtimah, M.Pd., dan Bendahara, Dra. Ida Ayu Putu Tirta.
Ketua Cabang PGRI Denpasar Barat demisioner, Wayan Ritiaksa, mengungkapkan, semangat musyawarah mufakat ini, patut diberikan tempat terbaik di tengah pandemi Covid-19. Dengan begitu Konferensi Cabang PGRI tak berlangsung lama. ‘’Ikan sepat, ikan gabus, makin cepat makin bagus,’’ celetuknya.
Ketua terpilih, Made Arka, berterima kasih atas dukungan penuh anggota, karena hasil kepengurusan pada pandemi Covid-19 ini memiliki tantangan berat. Meski demikian, Kepala SDN 6 Dauh Puri ini akan mengemban amanah ini dengan baik dan berintegritas, karena kiprah PGRI tak boleh berhenti akibat pandemi Covid-19.
Ketua PGRI Kota Denpasar, Ketut Suarya, mengatakan, Konferensi Cabang PGRI mengutamakan musyawarah guna mencapai mufakat dan menjadikan organisasi sebagai pemersatu anggota PGRI. Dia menilai tantangan guru di masa kini dan akan datang dapat dipastikan semakin berat. Untuk itu, organisasi PGRI diharapkan menjadi tempat bertemu, wadah untuk berkomunikasi dan bersatu menyuarakan permasalahan guru.
Ia melanjutkan, saat ini kinerja guru sudah bagus. Guru diminta menarik hikmah di balik pandemi Covid-19 yakni mempercepat akselerasi penguasaan teknologi, menguatkan kerja sama antara guru dan orang tua sekaligus memastikan bahwa peran guru tidak bisa digantikan oleh teknologi secanggih apa pun.
Itu artinya, tidak ada waktu bagi guru untuk santai, harus profesional dengan empat kompetensi dasar yang dimiliki yakni pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Dia mengibaratkan tugas guru seperti geguritan Bali “geginane buka nyampat anak sai tumbuh luhu”.
Artinya, guru setiap saat belajar dan belajar karena setiap saat ada saja permasalahan baru yang harus diselesaikan. Ini pas dengan konsep Montessori yakni pendidikan sepanjang hanyat atau belajar seumur hidup.
Camat Denpasar Barat, AAN Made Wijaya, mengajak para guru menjaga harkat dan martabat PGRI jangan sampai digerogoti oleh orang-orang yang ingin memecah belah PGRI. Karena PGRI telah membuktikan dirinya sebagai organisasi profesi yang eksis berjuang untuk kepentingan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Ia berharap semangat memajukan pendidikan di Kota Denpasar, dan di Denpasar Barat khususnya selalu terdepan. Guru harus berada di depan dalam memerangi kebodohan dan kemiskinan. Sebab bukan kemiskinan yang menyebabkan kita bodoh tetapi kebodahanlah yang menyebabkan kita miskin. Ia berharap kepada guru perangi kebodohan itu menuju kesejahteraan masyarakat. tra