Debat Capres I: Anies Bernas, Prabowo Lugas, Ganjar Tegas

Gus Hendra
Gus Hendra

SEPERTI sejak 2009, meme dan cuplikan video pendek (reels) segera menguar begitu usai acara debat kandidat tiga calon presiden untuk Pilpres 2024, Selasa (12/12/2023). Bentuk dan narasinya sangat banyak, sebanyak bintang di langit malam. Begitu melihat meme atau reels tertentu, penonton atau pembaca langsung digiring untuk mengasosiasikan dengan figur atau sosok tertentu. Motifnya minimal ada tiga: pertama, mendiskreditkan atau mendelegitimasi lawan; kedua, untuk menguatkan soliditas kubu sendiri; ketiga, menyesatkan sekaligus memprovokasi kubu lawan agar berseteru dengan lawan yang lain.

Meme dan reels merupakan bagian dari name calling atau pelabelan negatif, salah satu strategi komunikasi politik. Ketika dalam diskursus politik ada yang menyebut “pelanggar HAM”, audiens digiring untuk mengingat Prabowo Subianto. Istilah “pandai menata kata tapi buruk menata kota” secara asosiatif merujuk ke sosok Anies Baswedan, sedangkan “penyuka bokep ngumpul di sini” mudah dimaknai sebagai serangan kepada Ganjar Pranowo. Singkat tutur, aspek komunikasi memegang peranan signifikan dalam perang pesan di masa kampanye seperti sekarang.

Bacaan Lainnya

Bagi tim pemenangan dan relawan masing-masing paslon, perlawanan atas sosok yang menjadi rival salah satunya dengan memakai ruang virtual, yang disebut sebagai aktivisme digital. Meski sebagai bentuk perlawanan untuk mengalahkan lawan, tapi bisa juga bentuk partisipatoris di era digital. Meme umumnya punya sifat jenaka, suka-suka sesuai selera sendiri, dan melakukan imitasi atau peniruan sebagai realisasi menampilkan ingatan (Richard Dawkins, 2006). Bagaimana Gibran dibuatkan meme Mahkamah Keluarga usai putusan Mahkamah Konstitusi adalah contoh perlawanan di ruang digital, sekaligus upaya emansipatoris untuk menyadarkan publik ada hal yang “salah” di dunia peradilan Indonesia.

Baca juga :  Tingkatkan Cakupan, Disdukcapil Denpasar Sosialisasikan KIA

Membincang aspek komunikasi, debat capres perdana semalam rasanya terlalu sayang untuk berlalu begitu saja. Poin penting dalam komunikasi politik adalah empati dan homofili. Bentuknya bisa dengan cara bicara, kebiasaan, atau berpakaian. Dengan melakukan ini, komunikator dapat memetik komunitas yang loyal mendukung.

Kita mulai dari Anies Baswedan. Mengenakan pakaian jas yang rapi, secara penampilan Anies memang good looking. Dia terlihat bernas, tenang, dan lihai mengeksplorasi sisi kelemahan lawannya dengan kemampuan retorika yang artikulatif, jelas, dan tepat waktu. “Keadilan” adalah diksi yang dijual kubu Anies.

Bagaimana cara Anies menanggapi dan bertanya kepada Prabowo, terang memperlihatkan kecerdikan dia mengeksploitasi karakter temperamental lawan bicaranya. Secara halus dia memprovokasi Prabowo dengan narasi, gestur dan ekspresi wajah penuh senyum; seakan-akan dia tahu apa yang akan dikatakan Prabowo sekaligus sangat siap mematahkan argumennya. Serangan Anies juga sangat halus, misalnya dengan memakai ilustrasi kesedihan warga di luar Jakarta yang tidak bisa bersaing menjadi pegawai karena tidak punya ordal (orang dalam). “Di Jakarta pakai ordal, kenapa di daerah tidak boleh” sebut Anies, seakan menyindir Gibran, cawapres Prabowo, yang diinsinuasi punya “orang dalam” di Mahkamah Konstitusi. Mengutip teori antropolog Edward T. Hall, komunikasi Anies memakai gaya high context, yakni hanya orang yang paham konteks yang mengerti apa dimaksud.

Sekarang ke Prabowo. Mulai dari membuka suara menyampaikan visi-misi, Prabowo dengan latar belakang militer dengan rekam jejak selalu di pasukan tempur, seperti canggung berkomunikasi high context ala politisi. Dia dominan berbahasa low context atau lugas, tegas cenderung galak, dan seperti membiarkan agar publik melihat apa adanya alias tidak bisa berpura-pura. Bisa jadi strategi komunikasi itu dipilih Prabowo, selain memang sifat alamiahnya, juga karena sadar ini kesempatan terakhir untuk nyapres, plus momentum kencana didukung penguasa. Prabowo malam itu sebagai “capres baru rasa petahana” karena menggandeng anak Presiden Jokowi. “Keberlanjutan” adalah isu yang jadi jualannya.

Baca juga :  Satu Pelanggar Masker di Gianyar Kena Denda

Nah, untuk Ganjar, dari diksi dan narasi yang dibangun, dia terlihat berusaha menahan diri untuk agresif atau terlalu menyerang Prabowo yang bersinggungan langsung dengan pemerintahan Jokowi. Mungkin dia sadar gaya agresif ke Jokowi justru kontraproduktif dengan elektabilitasnya, pun memakai gaya njawani yang pantang mempermalukan orang. Ganjar memilih aman dengan “mengungkit” soal isu penegakan HAM, yang menyudut ke pribadi Prabowo, bukan ke Jokowi. Mungkin karena sudah mampu memprediksi, jawaban Prabowo pun terdengar meremehkan pertanyaan itu dengan menilainya “tendensius”. Ganjar lebih fokus ke membidik Anies, tapi tanya-jawab keduanya terlihat paling menarik karena retorikanya menyenangkan dan tidak emosional.

Dari pemilihan pakaian, Anies terlihat elitis dengan memilih jas, memberi citra intelektual karena latar belakangnya akademisi. Prabowo yang pada Pilpres 2014 terlihat elitis, sekarang justru membumi dengan pakaian tidak terlalu formal. Bahkan ujung kemeja tidak masuk ke celana, terkesan santai, mirip dengan gaya berpakaian Presiden Jokowi. Ganjar memakai kemeja putih dan celana hitam berisi tulisan “Sat Set” alias gerak cepat.   

Terlepas apa citra yang ingin dibangun dan pola komunikasi bagaimana yang dipilih, ketiga capres tentu berupaya maksimal memanfaatkan debat kandidat untuk meningkatkan elektabilitas. Anies dengan isu keadilan, konsisten sebagai antitesa pemerintahan Jokowi; dan Prabowo dengan isu keberlanjutan jelas mendukung pemerintahan saat ini. Khusus Ganjar, dengan isu ketegasan sebagai pemimpin, terlihat mendua dan main aman antara menjadi semi oposisi. Ingin menggerus elektabilitas Prabowo, tapi enggan berbenturan langsung dengan persepsi positif pemerintahan Jokowi yang, menurut hasil survei, antara 75-80 persen. Apakah konstituen terpengaruh atau tidak menonton debat untuk kemudian menjatuhkan pilihan, biarlah itu urusan di bilik suara nanti. Gus Hendra

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.