POSMERDEKA.COM, KLUNGKUNG – Dalam sejumlah rangkaian kontestasi peralihan kekuasaan di Bali, bendesa adat selalu jadi objek strategis untuk politisi dalam menggalang dukungan. Berhubung strategisnya posisi bendesa adat, dinilai perlu ada penguatan baik secara literasi maupun integritas demi mewujudkan kondusivitas proses elektoral. Demikian diungkapkan Kordiv Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Humas Bawaslu Bali, Ketut Ariyani, dalam sosialisasi pengawasan pemilihan dalam rangka penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 di Klungkung, Kamis (19/9/2024).
Menurut Ariyani, karena strategisnya posisi bendesa adat, acapkali mereka dijadikan objek dalam menggalang dukungan oleh politisi. “Untuk itu penting mengetahui beberapa hal terkait larangan Pilkada, terlebih kita akan menuju tahapan kampanye,” kata Ariyani.
Dari sejumlah potensi pelanggaran, Ariyani mendaku yang paling dikhawatirkan adalah praktik politik uang. Entah bendesa adat paham atau tidak regulasinya, jika itu terjadi maka bisa berkonsekuensi hukum pidana kepada mereka. Jangan sampai karena uang beberapa ratus ribu, seorang bendesa adat malah jadi harus berurusan dengan Sentra Gakkumdu.
“Di Pilkada ini, yang memberi dan yang menerima (uang) itu bisa dipidana,” papar komisioner asal Buleleng tersebut.
Tetap mengingatkan untuk melakukan pencegahan, Ariyani berpesan jika peserta sosialisasi menemukan potensi pelanggaran terjadi, bisa segera menginformasikan ke Bawaslu. “Jika menemukan potensi pelanggaran, berikan kami di Bawaslu informasi. Kami yang akan melakukan penelusuran sebagai informasi awal,” jaminnya. hen