POSMERDEKA.COM, MATARAM – Tingkat kerawanan netralitas aparatur sipil negara (ASN) dalam Pemilu 2024 di Provinsi NTB masuk kategori mengkhawatirkan. Dalam Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) dengan tema “Netralitas ASN” yang dilaksanakan Bawaslu RI di Manado, Kamis (21/9/2023) malam, Provinsi NTB masuk peringkat ketujuh kerawanan tertinggi secara nasional.
Kordiv Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat (Parmas) Bawaslu NTB, Hasan Basri, mengatakan, Provinsi NTB di peringkat ketujuh dengan skor 7,98. Di peringkat pertama adalah Provinsi Maluku Utara dengan raihan 18,85, disusul Sulawesi Utara di peringkat kedua dengan skor 16,60, dan Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) di peringkat ketiga dengan skor 13,86. Selanjutnya Sulawesi Tenggara dengan point 12,56, dan Sulawesi Tengah di peringkat keenam dengan point 10,02.
“Provinsi NTB ada di peringkat ketujuh, disusul Papua Selatan dengan skor 6,73, Banten di peringkat kesembilan dengan point 6,43, dan Kalimantan Utara dengan skor 5,96. Itu 10 besar provinsi dengan tingkat kerawanan netralitas ASN tertinggi di Indonesia,” paparnya melalui pesan WhatsApp, Jumat (22/9/2023).
Dari sisi level kabupaten/kota, Kabupaten Dompu di NTB juga masuk kategori 20 besar nasional dengan tingkat kerawanan netralitas ASN pada Pemilu 2024. Karena itu, jika melihat data-data yang ada, pelanggaran terkait netralitas ASN di Provinsi NTB masuk kategori lumayan tinggi. Para ASN sering menjadi komoditas politik, terlebih terdapat relasi kuasa antara kepala daerah dengan para ASN.
“Di situ biasanya kepala daerah memanfaatkan situasi dengan embel-embel memberi reward dan punishment bagi para ASN atas sikap mobilisasi itu,” tegas Hasan.
Dia mendaku sudah menyiapkan sejumlah strategi menekan angka pelanggaran netralitas ASN dalam Pemilu 2024. Salah satunya dengan membuat memorandum of understanding (MoU) dengan pemerintah daerah di kabupaten/kota maupun provinsi. Melalui MoU itu, pemerintah daerah diharap berkomitmen tidak melakukan mobilisasi ASN pada Pemilu 2024. Bawaslu juga akan melakukan komunikasi secara formal maupun nonformal.
Hasan menegaskan, Bawaslu berwenang melakukan pencegahan serta pengawasan terhadap netralitas ASN, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Bawaslu dalam menerima laporan terkait dugaan pelanggaran akan minta pihak-pihak terkait untuk klarifikasi. Jika dugaan pelanggarannya berdasarkan temuan, Bawaslu akan menjadikannya sebagai informasi awal untuk dimintakan klarifikasi.
“Hasil klarifikasi akan dijadikan dasar untuk melakukan pleno di tingkat pimpinan, untuk kemudian hasilnya dikirim ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Soal sanksi itu wewenang KASN,” bebernya memungkasi. rul