KPU-Bawaslu Puji Kedewasaan Berpolitik Kontestan, Bali Hattrick Tanpa Sengketa Pemilu di MK

I Dewa Agung Gede Lidartawan (kanan) dan I Wayan Wirka. foto: ist

POSMERDEKA.COM, DENPASAR – Paslon nomor urut 1, Muliawan Arya-Putu Agus Suradnyana, menyatakan menerima hasil Pilkada Bali 2024 tanpa mengajukan gugatan sengketa perselisihan hasil ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan demikian, untuk kali ketiga (hattrick) hasil pemilu di Bali selesai tanpa ada gugatan ke MK.

“Ini menunjukkan kedewasaan para pelaku politik di Bali, selain juga karena makin membaiknya kompetensi dan profesionalitas jajaran penyelenggara, baik KPU dan Bawaslu,” ucap Ketua KPU Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan, Minggu (15/12/2024).

Bacaan Lainnya

Berdasarkan catatan, kali pertama Pemilu yang tidak sampai ke MK adalah Pemilu Serentak 2019. Kedua, saat Pemilu Serentak 2024, dan ketiga Pilkada Serentak 2024. Meski dinamika saat kontestasi Pilkada Bali 2024 lumayan tinggi, semua kandidat kemudian menerima hasil pemungutan suara. Meski begitu, pihak yang kalah memberi sejumlah catatan “untuk perbaikan demokrasi”.

Menurut Lidartawan, KPU Bali dan jajaran menerapkan hukum progresif dalam memitigasi konflik setelah dilakukan pemungutan suara. Yang dimaksud adalah ketika potensi masalah, sekecil apa pun itu, mesti diselesaikan di Bali. Misalnya ada yang mengaku suaranya dicuri, maka KPU bersikap proaktif untuk minta rekomendasi Bawaslu agar membuka kotak suara.

Baca juga :  Dorong Warga Pilah Sampah Rumah Tangga, Lurah Ubung : Nabung Sampah Dapat Emas dan Hadiah Uang Rp3,5 Juta

Dengan demikian, akar persoalan sudah diselesaikan. “Aturan yang ada, KPU wajib menjalankan apa rekomendasi Bawaslu. Namun, karena kami tidak mau disandera opini negatif, kami minta Bawaslu merilis rekomendasi untuk memerintah KPU membuka kotak suara di TPS jika ada kejadian khusus,” sebutnya.

Ketika kotak suara dibuka untuk diperiksa kebenaran data yang disampaikan KPPS, maka semua pihak bisa mendapat fakta sesungguhnya. Ketika asumsi ada pencurian suara yang dituduhkan tidak terbukti, maka tuduhan gugur dengan sendirinya. Pula tidak ada lagi alasan untuk mengajukan sengketa hasil ke MK.

Pertimbangan memilih langkah hukum progresif, dia berujar karena ingin mengedepankan kearifan lokal dalam konteks musyawarah. Pun seyogianya masalah yang terjadi di Bali diselesaikan di Bali. Alasannya, yang paham situasi Bali tentu orang Bali. Karena itu, dia menilai kurang tepat jika masalah di Bali diputuskan oleh pihak lain di MK yang ada di Jakarta.

“Benar bahwa menggugat ke MK itu hak kandidat di pemilu. Namun, jika akar masalahnya bisa diselesaikan di Bali, mengapa harus repot ke Jakarta? Kan kita bisa efisiensi biaya, dan kondisi psikologis para kontestan juga tidak rusak karena sudah melihat fakta,” tegasnya.

Di kesempatan terpisah, anggota Bawaslu Bali, I Wayan Wirka, juga sepakat dengan Lidartawan tentang kedewasaan politik peserta Pemilu dan Pilkada. Sebab, meski mereka memiliki hak menggugat, mereka mau memilih tidak menggugat. Berbeda dengan di tempat lain, ada kontestan yang kalah dan menggugat ke MK kendati perolehan suaranya jauh.

Baca juga :  Peluang Rai Iswara Lawan PDIP Bergantung Garis Tangan

Soal apakah paslon 1 tidak menggugat ke MK karena secara normatif selisih suara terlalu jauh, Wirka tidak menepis kemungkinan itu. Sebab, selisih suara terlalu jauh tidak memenuhi syarat untuk mengajukan gugatan ke MK. “Terlepas dari pertimbangan politis peserta, Pilkada juga sudah sesuai dengan tata cara, mekanisme, dan prosedur yang diatur peraturan perundang-undangan,” pungkasnya. hen

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.