DENPASAR – Adanya pemangkasan dana hibah yang difasilitasi anggota DPRD Bali untuk tahun anggaran 2021, dari Rp1,5 miliar menjadi Rp1 miliar, membuat sejumlah legislator waswas. Ada sejumlah proposal hibah dari masyarakat yang sebelum disetujui tapi pasti tidak bisa dicairkan sesuai rencana, itulah soalnya.
“Eksekutif tidak memiliki pola pikir optimis, pesimis semua,” gerutu Ketua Komisi II, IGK Kresna Budi, seraya menggeleng-gelengkan kepala usai mengikuti rapat Badan Anggaran dengan TAPD Pemprov Bali, Senin (8/3/2021).
Dia menilai mestinya pemerintah bisa bersikap optimis dengan kondisi saat ini. Apalagi vaksinasi Covid-19 secara massal sudah berjalan di Bali, yang berarti ada harapan besar perbaikan ekonomi.
“Kalau dipangkas, yang kasihan itu masyarakat yang mengajukan proposal ke kami. Ada sudah diproses, tapi sekarang mandek karena ada rasionalisasi dari pemerintah. Semoga mereka bisa menerima penjelasan kami,” keluh Ketua DPD Partai Golkar Buleleng tersebut.
“Harapan saya, janganlah dipotong. Sebab, masyarakat saat ini sangat butuh bantuan pemerintah untuk menunjang pembangunan,” sambung I Wayan Arta, anggota Komisi III dari Hanura.
Pernyataan tidak setuju juga dilayangkan Ketua Fraksi Gerindra, I Ketut Juliarta. Alasannya, dana hibah dapat diserahkan langsung membantu masyarakat, seperti kelompok tani dan ternak.
Jika pemerintah hanya fokus penanganan Covid-19 tanpa memikirkan ekonomi, justru masyarakat yang akan dikorbankan. Apalagi penanganan Covid-19 lebih banyak untuk operasional penanganan, sedangkan kegiatan Pemprov Bali yang menurutnya bisa tidak dilaksanakan saat PPKM, malah tetap berjalan.
“Seperti Bulan Bahasa Bali yang melaksanakan lomba di tengah pemberlakuan PPKM, sebenarnya tidak perlu. Pameran UMKM Bali Bangkit yang sebenarnya tidak perlu dilaksanakan di tengah pandemi, tetap dipaksakan jalan. Sesungguhnya kegiatan tidak menyentuh kebutuhan masyarakat langsung semacam itu yang dipangkas,” sergahnya.
Anggota Komisi II, I Made Budastra, mendaku suka tidak suka kondisi keuangan Pemprov Bali memang sedang “terluka”. Sesuai penjelasan Sekda I Dewa Made Indra, Pemprov defisit mencapai Rp1 triliun lebih. Rasionalisasi program kerja OPD dilakukan, tapi baru terkumpul sekira Rp500 miliar lebih.
Karena itu, dana hibah difasilitasi DPRD Bali ikut dikoreksi. Total hibah untuk 55 anggota DPRD Bali menyusut dari semula Rp82,5 miliar menjadi Rp55 miliar.
“Sekarang ini semua lagi susah, pemerintah susah, masyarakat susah. Mau tidak mau kami juga harus ikut prihatin,” ucap politisi PDIP asal Gianyar itu.
Jika ada masyarakat yang proposalnya harus ditunda atau dipotong nilai bantuannya, Budastra berkata tinggal dijelaskan saja keadaan sebenarnya. Dia yakin masyarakat dapat memaklumi sekarang.
“Pemerintah itu pendapatannya dari pajak, dalam kondisi sekarang berapa banyak usaha mampu bayar pajak? Jelas itu berdampak terhadap keuangan daerah,” ucapnya.
Anggota Komisi III, Wayan Kariarta, tidak banyak komentar atas masalah ini. “Ya kami ikuti saja kalau keputusannya memang begitu,” ujar politisi PDIP asal Denpasar itu singkat.
Sementara Ketua Komisi III, AA Ngurah Adhi Ardhana, berujar legislatif setuju mengurangi fasilitasi dana hibah karena kondisi keuangan daerah tidak kunjung membaik. Namun, dia tidak memungkiri kebijakan ini berimplikasi terhadap upaya menggerakkan ekonomi kerakyatan, termasuk di dalamnya kandungan program padat karya.
Padahal adanya likuiditas keuangan di masyarakat, antara lain dengan dana hibah itu, sesungguhnya dapat menjadi salah satu tumpuan menjalani kondisi resesi ekonomi.
“Dari penjelasan situasi keuangan TAPD kan kami harus realistis dan setujui. Kalau kita tidak setuju ya bisa saja, tapi (sikap menerima) ini demi menjaga keuangan daerah,” urai politisi PDIP itu. hen