PMI dan Keluarganya Perlu Dilatih Bisnis agar Modal Pekerja Migran Bisa Tumbuh Jadi Juragan

KEPALA Disnakertrans NTB, Gede Putu Aryadi, saat menyampaikan sambutannya pada kegiatan pelatihan “Migrantpreneurs / Juragan Migran” untuk mendorong inkubasi bisnis UMKM pekerja migran yang digelar Rumah Perempuan Migran dan IOM UN Migration melalui virtual. Foto: ist

POSMERDEKA.COM, MATARAM – Keberadaan Rumah Perempuan Migran dan IOM, mendapat apresiasi dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB. Rumah Perempuan Migran dan IOM tersebut dapat memperkuat Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan keluarganya dari sisi penguatan ekonomi dan bisnisnya.

Kepala Disnakertrans NTB, Gede Putu Aryadi, mengaku bahwa pentingnya modal, bukan hanya dalam bentuk uang, tetapi juga pengalaman dan keterampilan yang didapat oleh PMI selama bekerja di luar negeri.

Bacaan Lainnya

Menurut dia, modal ini dapat dikembangkan menjadi kegiatan produktif baik oleh PMI yang telah pulang maupun yang masih bekerja di luar negeri, sehingga remitance yang dikirimkan ke keluarga mereka dapat digunakan untuk mengembangkan usaha ekonomi produktif.

‘’Setelah mendapatkan pengalaman dan keterampilan di luar negeri, sekarang saatnya dikembangkan dalam bentuk kegiatan yang produktif baik dilakukan oleh PMI itu sendiri atau keluarganya melalui remintance yang dikirimkan guna membangun usaha,’’ kata Gede saat menyampaikan sambutannya pada kegiatan pelatihan “Migrantpreneurs / Juragan Migran” untuk mendorong inkubasi bisnis UMKM Pekerja Migran yang digelar Rumah Perempuan Migran dan IOM UN Migration melalui virtual, Selasa (2/4/2024).

Baca juga :  Peringatan HKN Ke-58 di Tabanan, Perlu Kolaborasi Tingkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat

Gede berkata, merujuk data BPS, jumlah angkatan kerja NTB pada tahun ini mencapai 2,89 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, sekitar 16% adalah PMI yang bekerja di 108 negara. Sementara, Malaysia menjadi negara penempatan terbanyak bagi PMI, terutama di sektor kelapa sawit.

Namun demikian, penempatan PMI juga terjadi di negara-negara lain seperti Inggris, Jepang dan Korea Selatan. Karena itu, sejak diberlakukannya moratorium penempatan PMI sektor domestik ke Timur Tengah pada tahun 2015, kasus PMI sektor domestik di Timur Tengah mengalami penurunan, meskipun masih terdapat kasus penempatan secara non-prosedural yang menjadi permasalahan bersama.

‘’Dulu memang NTB mengisi peluang sektor domestik di Timur Tengah, tapi semenjak ada moratorium penempatan sektor domestik di kawasan Timur Tengah mengalami penurunan. Tetapi masih saja ada yang berangkat secara non-procedural, dan ini menjadi permasalahan kita bersama,’’ ujar Gede.

Ia menjelaskan bahwa step by step, pemerintah pusat dan pemerintah daerah melakukan penyempurnaan bagaimana sistem penempatan, sistem rekrutmen, dan sistem pelatihan untuk menyiapkan PMI, agar mereka tidak jadi korban dari calon dan para mafia. Meski demikian, lanjut Gede, dalam dua tahun terakhir, masih terjadi banyak kasus PMI non-prosedural, terutama di sektor domestik sebagai asisten rumah tangga.

Namun, dengan langkah-langkah tegas yang diambil melalui perubahan mindset dari UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Neger ke Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, serta pembinaan terhadap pelaku, kasus-kasus tersebut mulai menurun.

Baca juga :  Denpasar Dapat 1.478 Pemilih Baru, Tidak Ditemukan Pantarlih, Pemilih Tidak Boleh Dicoret

Kasus terakhir yang ditangani, yaitu seorang PMI perempuan dari Dompu yang bekerja di Oman dan mengalami penyiksaan oleh majikannya. ‘’Setelah kita koordinasi dengan KBRI Oman, PMI tersebut segera dipulangkan,’’ ucap Gede.

Lebih lanjut dikatakannya bahwa kegiatan hari ini merupakan hal yang sangat penting untuk edukasi. Semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, kepala desa, dan lembaga sosial, NGO, harus bekerja sama memberikan sosialisasi dan edukasi untuk mencegah risiko bagi PMI.

Gede menekankan agar warga NTB yang hendak ke luar negeri, agar mengikuti jalur prosedural, dimulai dari desa. Sebab, para kades dan jajarannya akan membimbing warga dan bisa memastikan bahwa warga yang direkomendasikan untuk menjadi PMI benar benar memenuhi syarat, melalui perusahaan yang punya ijin dan job order.

Ia mengimbau masyarakat perlu membangun mindset bahwa pemerintah memberikan persyaratan bukan untuk mempersulit, tetapi itu sebagai bentuk kasih sayang dan perlindungan agar PMI yang niatnya bekerja mencari nafkah tidak justru ketemu musibah.

‘’Dari data PMI yang sudah pulang, memang sebagian ada yang berhasil menjadi wira usaha. Dan itu kita bina dalam program yang kita sebut program pemberdayaan PMI Purna,’’ tandas Gede Putu Aryadi. rul

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.