DENPASAR – Berbeda dengan pelaksanaan PKB sebelum pandemi yang diawali dengan pawai pembukaan secara langsung di depan Bajra Sandhi, Renon, untuk PKB XLIII tahun 2021 diawali dengan peed aya (pawai) yang disajikan secara virtual. Garapan ini telah dilakukan sekitar tiga bulan yang lalu, dengan pengambilan gambar di sejumlah lokasi di Bali.
“Kalau tidak pandemi, seperti tahun sebelumnya, pawai dilaksanakan seperti biasanya. Tetapi karena pandemi, tim kurator dan tim kreatif mengkondisikan pawai secara virtual, dengan tetap mengedepankan konsep pawai,” kata Tim Kurator, I Gde Nala Antara, di sela-sela gladi pembukaan PKB, Jumat (11/6/2021) di Taman Budaya Bali, Denpasar.
Dia menjelaskan, konsep peed aya mengangkat ciri khas keunggulan seni budaya di masing-masing kabupaten/kota di Bali. Awalnya, konsep peed berdurasi 30 menit, namun karena akan dibuka oleh Presiden RI, maka dipersingkat dengan tetap mengedepankan tema besarnya, yaitu Wana Kertih. “Peed aya secara virtual ini menggambarkan konsep Wana Kerthi dengan judulnya Pretiti. Konsep pretiti di Bali itu, dari awal sampai akhir bagaimana kita memuliakan hutan,” paparnya.
Pawai ini langsung direkam di alam terbuka di sejumlah tempat yang dinilai selaras dengan konsep yang diusung. Lokasi pengambilan gambar tersebut berada di Gianyar, Bangli, Karangasem. Lokasi yang dipilih itu sekaligus menggambarkan bagaimana hutan di Bali masih tetap dimuliakan. “Peed aya ini tetap menggambarkan pawai, tetapi lokasinya di alam terbuka dengan konsep Wana Kerthi dengan pesannya memuliakan pohon atau hutan,” jelasnya.
Implementasi tema tersebut, jelas dia, tak hanya dalam hal pemilihan lokasi, tetapi juga dalam penggunaan properti yang semuanya berbahan alami. Misal dari bambu diulat menjadi sokasi atau kerajinan lainnya yang menjadi sumber penghidupan masyarakat. “Hampir semua yang ditampilkan ada bahan alam,” tegasnya.
Konseptor garapan, Kadek Wahyudita mengatakan, peed aya yang digarap secara virtual ini diawali dengan pengambilan gambar di sejumlah lokasi melibatkan beberapa sanggar dan komunitas seni. Pengambilan gambar dimulai dari Bukit Campuhan Ubud, Pura Besakih Karangasem, Desa Penglipuran Bangli, kawasan Gunung Kawi Tampaksiring, dan Air Terjun Kanto Lampo Beng Gianyar.
“Peed aya ini secara penggarapan berupa video, bukan sajian dokumentasi. Video yang dikemas dengan memadukan beberapa teknik sinematografi, sehingga menjadi sebuah sajian video art,” terang Wahyudita.
Adapun sanggar dan seniman yang terlibat dalam garapan ini antara lain Sanggar Seni Gumiart, Sanggar Gita Semara, Ary Wijaya Palawara, Komunitas Bali Pixelart, dan Komunitas Sama Kaki. Pengambilan gambar berlangsung tanggal 9 Mei hingga 17 Mei 2021. “Pemilihan tempat syuting sesuai dengan kebutuhan konsep garapan, sekaligus untuk mempromosikan keberadaan objek tersebut kepada masyarakat,” katanya.
Penggarap tari, I Gede Gusman Adi Gunawan, mengungkapkan, setiap potensi lokasi yang dipilih menampilkan corak peed yang beragam. Mulai model gebogan, ada gebogan bunga, gebogan buah, kemudian busana dari aneka kain klasik Bali dengan corak khas seperti songket Bali, kain Gringsing, dan sebagainya.
Menurutnya, ada tantangan tersendiri dalam menggarap peed di luar panggung ini. “Kami benar-benar bertarung dengan waktu. Karena kita tahu, kalau buat video itu kita harus bersahabat dengan cuaca. Terkadang jam 5 pagi sudah ada di lokasi,” tuturnya didampingi
Peed aya yang didukung sekitar 100 orang penari ini dalam penyajiannya menampilkan berbagai seni, budaya, dan kebiasaan masyarakat Bali yang sesuai tema PKB tahun ini. Materi berupa gebogan bunga dan tedung agung mengambil lokasi syuting di Bukit Campuhan, Gianyar. Gamelan sebagai iringannya menggunakan gamelan Baleganjur Bebonangan.
Peed aya dengan materi gebogan buah dan bagia pula kerti mengambil lokasi di Desa Penglipuran, Bangli. Di desa tradisional ini, konsep peed menampilkan sebuah gambaran bahwa pohon memberikan berkah sumber pangan bagi kehidupan manusia Bali.
Peed aya di jaba Pura Besakih menyajikan konsep Rerejangan dan Baris Tedung yang dikreasikan dengan menggunakan bahan janur. Pada bagian ini, menggambarkan hasil hutan yang biasa dijadikan sebagai bahan persembahan untuk semesta raya.
Kemudian di Pura Gunung Kawi, Tampaksiring, materi peed aya berupa topeng dan rantasan yang menggambarkan pohon memberikan pengetahuan untuk umat manusia tentang adab dan kesucian jiwa. Pada garapan peed aya ini juga menghadirkan mitos lahirnya kalpataru yang dikemas dengan koreo lingkungan, sehingga mengambil seting di Air Terjun Kantolampo, Beng Gianyar. rap