POSMERDEKA.COM, DENPASAR – Dalam sebuah grup Whatsapp (WA) yang beranggotakan puluhan mantan-mantan pemain bulutangkis Bali era 1980-an, tiba-tiba muncul berbagai doa… ”semoga lancar operasinya, semoga cepat sembuh, dan lainnya.” Doa itu ditujukan kepada Made Rai Subawa baik sebelum dan sesudah menjalani operasi di RS BROSS, bilangan Renon Denpasar.
Doa-doa seperti itu juga mengalir di Grup WA bernama ”PB ANTARA”, di mana Rai Subawa juga aktif di grup tersebut. PB ANTARA juga beranggotakan kumunitas bulutangkis yang punya jadwal rutin, di Lapangan Porwaja Wangaya, tepatnya bersebelahan dengan RS Wangaya. Sekum KONI Denpasar, Made Darmiyasa yang punya hobi bulutangkis juga tergabung di grup PB ANTARA.
Wartawan posmerdeka.com yang kenal betul dengan Rai Subawa di zamannya, mencoba mencari tahu, ada apa sih sebenarnya dengan salah satu pemain terbaik yang pernah dimiliki Denpasar dan Bali pada era 80-an itu.
Disambangi di kediamannya belum lama ini di wilayah Gatot Subroto (Gatsu) Timur, tepatnya depan Living World, Rai Subawa tampak masih belajar berjalan memakai tongkat, di halaman rumahnya. ”Silakan duduk…, saya habis berjemur tadi, lanjut dikit-dikit belajar berjalan,” ucap Rai Subawa menyambut tamunya.
Dia pun menuturkan, kenapa dirinya sampai berada di meja operasi. ”Otot tendon pada kaki kiri saya putus dan harus dioperasi. Itu saya alamai saat main bersama teman-teman PB ANTARA,” sebut Rai Subawa seraya mengucap terima kasih kepada semua temannya di grup WA atas doa-doa kesembuhannya.
Pasca operasi, tambah Rai Subawa, sesuai saran dokter yang menangani, dirinya divonis harus istirahat total selama tiga bulan. Itu artinya, Januari akhir 2025, dia baru boleh ke lapangan lagi melakukan aktifitas. ”Mungkin karena tak terbiasa diam di rumah, waktu tiga bulan itu rasanya sangat lama,” ujarnya sambil tertawa renyah.
Beruntung, dalam kesendiriannya bersama sang istri, Rai Subawa selalu ditemani dua cucunya masih balita yang sedang lucu-lucunya. Kadang cucunya yang kedua laki-laki berumur 3 tahun sering ”menggangu” dirinya, tak peduli apa kakeknya sedang sakit atau tidak.
Ditanya soal biaya operasi, Rai Subawa mengaku tak membebani pihak lain. Dia pun bersyukur masih bisa biaya sendiri, karena masih ada tabungan dari usaha yang dikelolanya, pasca dirinya pensiun sebagai mantan salah satu pejabat di Bank Indonesia (BI).
Mestinya sebagai mantan pemain yang pernah mengharumkan nama Denpasar khususnya, minimal dia mendapat perhatian dari pemerintah Kota Denpasar atau KONI Denpasar, atas musibah yang dialaminya. Tapi, Rai Subawa mengaku tak terlalu berharap dengan hal itu.
Pertanyaannya sekarang? bagaimana kalau atlet atau mantan atlet Denpasar yang mengalami cedera parah, dan mantan atlet itu tidak mampu melakukan pengobatan mandiri, seperti biaya operasi.
”Sudahlah…, yang penting, saya bisa cepat sembuh dan bisa kembali bergabung dengan teman-teman lagi, mencari keringat dan menyambung silaturahmi,” seloroh pemain yang pernah membela Bali pada PON XII di Jakarta (18-28 Oktober 1989).
”Waktu di PON XII itu, saya sampai ke babak 8 besar ganda putra bersama Sugeng Pramono. Tapi kalah dengan pasangan pelatnas yang sedang naik daun saat itu, Rexy Mainaky dan Ricky Subagja,” cerita Rai Subawa, seraya menambahkan lolos ke PON XII setelah menjadi juara saat Pra-PON di Yogyakarta. ”Saat PON XII, saya juga turun di nomor perorangan, dan sempat mengalahkan wakil Yogyakarta waktu itu,” imbuhnya.
Sebagai catatan media ini, Rexy Mainaky dan Ricky Subagja pasca PON XII, kemudian meraih medali emas Olimpiade 1996 setelah di final berhasil mengalahkan pasangan Malaysia, Cheah Soon Kit/Yap Kim Hock, dengan skor 5-15, 15-13, dan 15-12. Prestasi ini membuat Ricky/Rexy menjadi ganda putra pertama Indonesia yang meraih medali emas di Olimpiade.
”Andaikan PON XII seperti PON sekarang, dimana pemain pelatnas utama mupun pratama tak boleh ikut PON. Bisa jadi ceritanya akan lain, mungkin saya bersama Sugeng bisa sampai ke semifinal dan setidaknya pulang membawa medali,” kenang Rai Subawa.
Selain PON, Rai Subawa juga menjadi langganan tim PBSI Bali dalam setiap even-even nasional bahkan internasional, seperti kejurnas bahkan Indonesia Open. ”Di arena Kejurnas, saya sering bertemu pemain-pemain pelatnas seperti Icuk Sugiarto. Walau saya kalah, setidaknya bisa memberi perlawanan,” ungkapnya.
Kemudian Indonesia open yang merupakan ajang bergengsi kelas dunia, Rai Subawa mengaku sedikitnya 6 kali pernah ikut walau dari babak kalifikasi sebelum bisa tampil di babak utama (32 besar). ”Kalau tidak salah, saya bisa tembus babak utama dua kali, bahkan hingga lolos 16 besar,” lanjut Rai Subawa.
Berbicara kejurda Bali, Rai Subawa adalah pelanggan juara tunggal putra dan ganda putra. Dia juga pernah meraih medali emas Pekan Olahraga Daerah (Porda) Bali -sekarang Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Bali, membela Kota Administratif Denpasar. ”Saya meraih 3 medali emas pada Porda Bali terakhir, sebelum ganti nama jadi Porprov Bali,” tutur Rai Subawa.
Ditanya, berapa dapat bonus dengan raihan 3 emas Porda. ”Jangan tanya soal itu, malu…saya mengungkapkan jika dibandingkan bonus atlet peraih medali pada Porprov Bali saat ini,” kelitnya.
Ketika didesak, Rai Subawa pun mau menjawabnya. ”Bonus Porda berupa kenang-kenangan sebuah jam tangan merk Alba. Tapi kalau Porprov sekarang, katakanlah bonus satu medali emas dapat Rp50 juta, berarti saya bisa beli tiga mobil bekas,” pungkasnya menutup perbincangan. yes