POSMERDEKA.COM, DENPASAR – Kondisi defisit APBD 2023 yang mencapai Rp1,9 triliun, diupayakan bisa diatasi Pemprov Bali dengan sejumlah kebijakan. Antara lain efisiensi belanja dan menunda penyaluran hibah. Meski bisa berjalan, tapi sebagian beban keuangan dilimpahkan ke APBD 2024.
Hal itu terungkap dalam rapat paripurna DPRD Bali, Senin (25/3/2024), dipimpin Wakil Ketua I, Nyoman Sugawa Korry. Hadir Pj. Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya, yang membacakan LKPJ Kepala Daerah 2023.
Menurut Mahendra, persentase penduduk miskin di Bali, data BPS periode Maret 2023, sebanyak 4,25 persen, menurun dari tahun 2022 yang 4,57 persen. Angka ini terendah di antara provinsi lain di Indonesia. Persentase kemiskinan ekstrem di Bali tahun 2023 sebanyak 0,19 persen, turun signifikan dari tahun 2022 yang 0,54 persen, dan terendah di Indonesia. Kemudian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Bali tahun 2023 mencapai 78,01, jauh di atas rata-rata nasional yang 74,39.
Pelaksanaan program pembangunan dalam APBD Semesta Berencana Provinsi Bali 2023, jelasnya, Pendapatan Daerah direncanakan Rp7.248.953.175.947 terealisasi 93,39 persen atau Rp6.769.657.872.677.
Anggaran Belanja Daerah direncanakan Rp7.932.886.363.138 terealisasi 83,29 persen atau Rp6.607.190.103.498. Pembiayaan Daerah direncanakan Rp683.933.187.191, tapi terealisasi 0,06 persen atau Rp4.517.390.982.
“Silpa Rp166.985.160.161. Silpa masih bersifat unaudited dan di dalamnya masih mengandung Silpa Terikat sebesar Rp102.580.775.409, di antaranya adalah sisa DAK Fisik dan Kas BLUD,” paparnya.
Mahendra menguraikan, kenyataannya APBD Provinsi Bali 2023 mengalami tekanan sangat berat. “Kondisi ini, bila tidak dikelola dengan cermat dan hati-hati, akan menimbulkan dampak sangat serius pada pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan,” sambung purnawirawan bintang dua Polri itu.
Selain tidak tercapainya target Silpa sebesar Rp683.933.187.191, juga tidak tercapainya target pendapatan secara signifikan. Terdapat target sumber Pendapatan Daerah yang tidak terpenuhi, yakni dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan berupa pendapatan dari pembentukan Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda) Pusat Kebudayaan Bali, yang ditarget Rp650 miliar.
Kemudian tidak terealisasinya pendapatan dari hasil pemanfaatan barang milik daerah sebesar Rp560 miliar dari kerja sama pemanfaatan lahan milik Pemprov Bali di kawasan Nusa Dua dengan PT Narendra Interpacific Indonesia (PT. NII). “Sehingga total kekurangan pendanaan di APBD 2023 sekitar Rp1,9 triliun,” ungkap Mahendra.
Untuk mengatasi kondisi itu, jelasnya, Pemprov melakukan sejumlah langkah serius agar proyeksi defisit dapat dirasionalisasikan dalam APBD 2023. Caranya dengan optimalisasi rasionalisasi belanja perangkat daerah melalui efisiensi kegiatan rutin yang urgen, yang masih berjalan sampai akhir tahun. Menghentikan atau meniadakan kegiatan yang dapat ditunda atau dibatalkan yang belum berjalan, menghentikan kegiatan yang belum berkontrak, baik kegiatan perangkat daerah maupun BKK kabupaten/kota.
“Melakukan penundaan pembayaran bagi kegiatan berkontrak yang bernilai besar, baik di perangkat daerah maupun BKK kabupaten/kota, untuk dialokasikan anggarannya kembali di APBD 2024. Menunda pembayaran beberapa kewajiban Pemprov kepada pihak lain yang bernilai signifikan, untuk dibayarkan pada tahun 2024 seperti Dana Bagi Hasil pajak triwulan IV kepada kabupaten/kota, dan hibah kepada desa adat tahap III,” urainya.
Total Belanja yang tidak dapat dibayarkan atau ditunda pembayarannya sampai akhir tahun 2023, sehingga harus dialokasikan di APBD 2024, senilai Rp926,2 miliar. “Alokasi belanja sejumlah itu menjadi beban tambahan yang harus ditanggung APBD Provinsi Bali 2024,” pungkasnya sebelum menyerahkan LKPJ setebal sekira 10 cm kepada Sugawa Korry. hen