POSMERDEKA.COM, DENPASAR – Pagelaran Pembauran Kebangsaan yang digelar Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Kota Denpasar pada Sabtu (10/8/2024) di Lapangan Puputan Badung ( I Gusti Ngurah Made Agung) berlangsung meriah dan sukses. Acara yang dimulai pukul 18.00 Wita itu dipadati warga Kota Denpasar.
Beragam atraksi seni dari berbagai paguyuban ditampilkan pada acara Pagelaran Pembauran Kebangsaan ini. Salah satunya adalah Tari Gandrang Bulo yang dibawakan paguyuban Bugis. Paguyuban Bugis membuka pagelaran dengan Derap Laskar Bugis Bali membawa tombak dan bendera pusaka. Dilanjutkan dengan atraksi kanuraga pencak silat Bugis Suwung. Setelah itu baru dipentaskan tari Gandrang Bulo.
Tari dan pencak silat dibawakan remaja Kampung Bugis Suwung, Batang Kendal, Denpasar Selatan. Dengan pelatih tari, Abdullah Fatah. Pada malam Pagelaran Pembauran Kebangsaan ini, pasukan Bugis dikawal langsung Kepala Kampung Bugis Suwung Batan Kendal, Umar Haji Fatah.
Tari Gandrang bulo merupakan tari permainan yang memainkan alat irama dari bambu. Gandang yang berarti tabuh dan bulo adalah bambu sehingga tari Gandrang Bulo dinisbatkan sebagai tarian yang memainkan bambu sehingga mengeluarkan irama yang diikuti penarinya disertai gerak gestur tubuh yang lucu. Anak-anak Bugis tampil dengan busana Bugis yang penutup kepalanya disebut Passapu yang diharfiahkan sebagai layar perahu melambai lintasi samudera.
Penggagas dan narasi yang ditulis, Andi Udin Saransi, S.TP., M.Pt., dikisahkan, sejarah mencatat, ratusan tahun silam orang-orang Bugis merapat di pesisir Bali, mereka adalah pelaut yang ulung, menerjang ombak dan amukan badai, menaklukan samudera luas yang ganas, takdir membawanya berlabuh di Tanah Dewata. Filosofi Bugis melampaui dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung, sebagai pelaut yang ulung, Bugis memegang teguh folosofi air. Dimanapun air berada akan sesuai dengan wadah yang ditempatinya, dimanapun Bugis berada akan membaur dan menyesuaikan diri dengan sekitarnya.
Air sebagai penawar dahaga saat kehausan; Bugis menjadi solutif, penengah yang moderat dan memberi jalan keluar pada suatu masalah. Tapi air juga bisa bumerang dengan air bah, banjir, tsunami yang meluluhlantakkan, demikian juga Bugis saat solusi yang ditawarkan tidak tercapai, azazinya diutik maka nyawa menjadi taruhan dalam membela kebenaran.
Derap langkah laskar Bugis, pui-pui nyaring terdengar, genderang dan rampak bertalu; Sauh terangkat, layar terkembang pantang surut meraih kemenangan untuk Bali melalui pemimpin yang bijaksana. Sejarah mencatat yang dipegang teguh anak turunan Bugis Bali, berada di garis depan dengan pusaka leluhur yang tersimpan rapih di Kampung Bugis Suwung, Denpasar Selatan; tombak dan pedang yang terhunus mengapit bendera perang yang menjadi pemersatu roh semangat kemenangan dalam membela panji-panji kebesaran Kerajaan Bali.
Olah kanuraga laskar Bugis dengan pencak silat melumpuhkan lawan tanding dalam peperangan, turun temurun dipelihara dan masih disaksikan setiap malam purnama di halaman Masjid Kampung Bugis Suwung.
‘’Puji syukur atas kemenangan yang diraih disambut dengan kejayaan dalam spirit Vasudhaiva Kutumbakam, kita bersaudara sebagai anak bangsa yang bermukim di Kota Denpasar. Luapan sukacita disambut dengan tarian Gandrang bulo yang dimainkan anak-anak dari Kampung Bugis Suwun Batang Kendal,’’ demikian ditulis dalam sinopsis.
Selain menyajikan kesenian khas Bugis, pada stand kuliner menghadirkan Kedai Sulawesi dengan makanan khas Sulawesi Selatan; Coto Makassar, Bale tafa (Ikan Asap bungkus daun), Songkolo bagadang (ketan hitam dengan ikan dan daging sarat protein), jajanan Bugis; jalangkotek, pallubutung, barongko dan lain-lain. tra