POSMERDEKA.COM, MATARAM – Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) dan DPD RI mengunjungi Universitas Mataram (Unram). Kunjungan ini untuk menggali terkait evaluasi rancangan peraturan daerah dan peraturan daerah terkait implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Utamanya, rencana tata ruang wilayah.
Acara ini dihadiri oleh Pimpinan BULD DPD RI, Rektor Unram, Ketua Komisi IV DPRD Provinsi NTB, perwakilan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi NTB, Wakil Rektor, Kepala Biro, Dekan, Ketua Lembaga, Direktur Pascasarjana Unram, Direktur Rumah Sakit Unram, para narasumber, moderator, serta tamu undangan lainnya.
Wakil Rektor I Bidang Akademik, Prof. Dr. Sitti Hilyana, mengatakan bahwa pentingnya sinergi dalam memajukan sumber daya manusia sebagai bagian dari keberhasilan universitas.
Menutut dia, tantangan pengelolaan tata ruang di NTB yang terdiri dari banyak pulau. Tentunya, hal ini memerlukan perhatian khusus dalam perencanaan tata ruang wilayah, terutama dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) 2044.
‘’Kita memiliki tanggung jawab yang sama untuk memajukan sumber daya manusia sebagai salah satu cita-cita seluruh universitas. Dengan banyaknya pulau di NTB, perencanaan tata ruang kita memiliki tantangan tersendiri dan harus disesuaikan dengan kondisi geografis yang unik,’’ ujar Prof. Sitti Hilyana dalam sambutanya, Sabtu (22/2/2025).
Sementara itu, Pimpinan BULD DPD RI, Marthin Billa, mengaku bahwa peran DPD RI dalam memantau dan mengevaluasi rancangan peraturan daerah serta peraturan daerah itu sendiri, kini dimungkinkan.
Di mana, menurut dia, DPD RI bertugas menjembatani kepentingan daerah dan mendorong harmonisasi regulasi antara pusat dan daerah. ‘’Dan, harmonisasi legislasi pusat dan daerah harus diperkuat agar kebijakan yang ditetapkan tidak tumpang tindih,’’ tegas Marthin.
Ia mendaku bahwa tantangan dalam penyesuaian RTRW dengan kebijakan nasional, termasuk ketidaksesuaian regulasi. Selanjutnya, minimnya sosialisasi kepada pemerintah daerah yang mengakibatkan kurangnya pemahaman. ‘’Serta, kesiapan dalam implementasi perubahan kebijakan tata ruang,’’ ucap Marthin.
Senada Marthin, anggota DPD RI dapil NTB, Mirah Midadan Fahmid, mengaku bahwa hingga saat ini masih terdapat inkonsistensi dalam tata ruang, baik di wilayah darat maupun laut. Padahal, implementasi UU Cipta Kerja melalui Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 dinilai cukup untuk mengintegrasikan tata ruang.
Namun, justru masih menghadapi kendala teknis, termasuk koordinasi lintas sektoral. ‘’Permasalahan lain yang diidentifikasi adalah sistem Online Single Submission (OSS) berbasis Risk-Based Approach (RBA) yang masih memerlukan perbaikan agar tidak hanya berfokus pada investasi, tetapi juga memperhatikan aspek perizinan yang telah dikeluarkan,’’ tegasnya menjelaskan.
Menurut Mirah, ketidaksinkronan antara UU Cipta Kerja dan UU Tata Ruang juga terjadi. Yakni, UU Tata Ruang lebih berorientasi pada kepentingan masyarakat. Sedangkan, UU Cipta Kerja berorientasi pada kemudahan investasi.
Akibatnya, perbedaan orientasi ini menjadi tantangan dalam implementasi regulasi di lapangan. ‘’Terobosan yang sedang dilakukan saat ini mencakup integrasi tata ruang darat, laut, udara, dan model perencanaan spasial yang menyeluruh,’’ ucap Mirah.
Saat kegiatan diskusi, tiga narasumber, yaitu Prof. Dr. Arba, S.H., H.Hum. (Pakar Hukum Tata Ruang Wilayah); Prof. Dr. Sitti Hilyana, (Pakar Pengembangan Wilayah/Tata Ruang Wilayah); dan Ni Nyoman Yuli Suryani, S.T., M.T. (Kepala Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat NTB) memaparkan analisa mereka untuk dapat diakomodir dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) 2044.
Pimpinan BULD DPD RI, Marthin Billa, menambahkan bahwa hasil dialog di Unram ini akan dirumuskan lebih lanjut sebagai materi yang akan disampaikan dalam rapat bersama MPR, DPR, dan kementerian terkait, seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PPN/Bappenas, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 26 Februari 2025.
‘’Adanya dialog ini, diharapkan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya dapat semakin diperkuat. Dan banyak masukan penting dalam menyusun kebijakan tata ruang yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi daerah,’’ tandas Marthin Billa. rul