POSMERDEKA.COM, MATARAM – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan komoditas cabai yang termasuk dalam komponen harga yang bergejolak menyumbang inflasi sebesar 3,2 persen pada Desember 2023 lalu. Tercatat, selama November 2023 penyumbang inflasi justru disumbangkan oleh cabai rawit, cabai merah, dan bawang merah.
Bahkan, dalam Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, hargai cabai terus berfluktuasi. Di mana, pada November 2023 lalu, jumlah inflasi gabungan Kota Bima dan Kota Mataram berdasarkan kalender tahunan (yoy) pada November 2023 sebesar 2,92 persen.
Sedangkan, Kota Mataram sebesar 2,96 persen dan Kota Bima 2.77 persen. Inflasi gabungan dua kota ini lebih tinggi dibandingkan angka nasional sebesar 2,86 persen.Sementara, untuk kebutuhan cabai untuk wilayah NTB setiap bulannya hampir 1.000 ton.
Penjabat (Pj) Gubernur NTB, H. Lalu Gita Ariadi, mengatakan, penambahan jumlah area tanam cabai akan menjadi solusi untuk bisa memenuhi kebutuhan cabai warga NTB dan kebutuhan nasional. ‘’Jadi, hanya dengan penambahan area tanam cabai, maka pengendalian inflasi daerah dapat dilakukan. Dan kita berkomitmen cabai ini tetap terkendali di 2024,’’ ujar Gita, Sabtu (13/1/2024).
Menurut dia, adanya penambahan area tanam, tentunya pihaknya akan menyiapkan rantai pasok yang menguntungkan para petani cabai tersebut. Termasuk, Pemprov NTB akan melakukan hilirisasi terhadap hasil panen cabai menjadi produk olahan.
‘’Produksi cabai yang melimpah bukan sesuatu yang tidak berharga, tetapi bisa diolah menjadi sambel dan lain sebagainya kita harus berpikir ke arah sana. Inilah cara kita untuk bisa mengendalikan inflasi juga,’’ tegas Lalu Gita.
Terpisah, Kepala Dinas Perdagangan Provinsi NTB, Baiq Nelly Yuniarti, mengaku, bahwa produksi cabai dari petani NTB saat ini, dilakukan untuk pengendalian harga cabai rawit di beberapa daerah di Indonesia. Di mana, pengiriman cabau ini agar kebutuhan masyarakat dan harga tidak terlalu tinggi. ‘’Cabai NTB ini, adalah untuk mensubsidi beberapa provinsi,’’ kata dia.
Menurut Baiq Nelly, produksi cabai di NTB mencapai sekitar 38 ribu ton per tahunnya. Jumlah produksi ini lebih dari kebutuhan masyarakat di NTB, sehingga sebagian dikirim ke luar daerah.
Ia mengaku, bahwa kenaikan harga cabai yang terjadi akhir-akhir ini, justru bukan karena adanya kelangkaan. Melainkan daerah lain di Indonesia berani membayar lebih mahal. ‘’Tidak langka, tapi mahal karena daerah lain berani bayar lebih mahal kan. Ini cabai harus dikirim pakai pesawat soalnya,’’ tegas Baiq Nelly.
Lebih lanjut dikatakannya, kebijakan pengiriman cabai keluar daerah ini, lantaran prroduksi di NTB disebut surplus. Terlebih, kebutuhan masyarakat mencapai sekitar 20 ribu ton per tahun dan produksinya mencapai 38 ribu ton. ‘’Tidak mungkin habis sama kita sendiri. Cuma karena hukum pasar. Karena disana dibeli mahal otomatis disini juga mahal,’’ ucap Baiq Nelly.
Ia menekankan, Provinsi NTB saat ini, menjadi salah satu penyuplai cabai rawit nasional. Karenanya, harus ada kebijakan misalnya bantuan bibit kepada para petani. Namun hal ini merupakan ranah dinas pertanian. ‘’Ini menjadi perhatian kebijakan tahun depan. Apakah ada bantuan bibit, itu kan sektor pertanian,’’ tandas Baiq Nelly Yuniarti. rul