POSMERDEKA.COM, LOBAR – Bawaslu NTB mengaku menghentikan sebanyak 79 kampanye selama pelaksanaan Pemilu 2024 di semua wilayah di Provinsi NTB. Total Kampanye di NTB sebanyak 936 kali, dan yang terlaksana sebanyak 857 kali.
“Data tersebut diperoleh sejak hari pertama tahapan kampanye, tepatnya 28 November sampai dengan 17 Desember 2023,” ujar Kordiv Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu NTB, Hasan Basri, saat menjadi narasumber kegiatan KPU NTB bertajuk sosialisasi tahapan kampanye Pemilu 2024 di Senggigi, Kabupaten Lombok Barat (Lobar), Jumat (22/12/2023).
Menurut Hasan, jumlah APK yang ditertibkan Bawaslu berjumlah 3.747, karena terpasang di tempat yang terlarang. Sementara untuk bahan kampanye yang ditertibkan berjumlah 5.609 sampai 17 Desember lalu.
Dari pengawasan 936 aktivitas kampanye, dia berkata Bawaslu memberhentikan 79 aktivitas kampanye karena tidak mengantongi Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP).
“Kampanye itu rata-rata pertemuan terbatas, tatap muka, dan kampanye bentuk lain. Itu disyaratkan adanya STTP. Yang 79 ini kami berhentikan atau kami minta tidak dilanjutkan karena tak mengurus STTP,” tegasnya.
Lebih lanjut diutarakan, saat penghentian 79 aktivitas kampanye tersebut, para peserta pemilu relatif menerima. Tidak ada ancaman kamtibmas yang timbul akibat penghentian tersebut. Bawaslu juga mengimbau peserta Pemilu 2024 agar “tidak malas” mengurus STTP ke kepolisian. “Ini penting agar kampanye dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” pesannya.
Penghentian kampanye, imbuhnya, paling banyak terjadi di Kabupaten Lombok Timur dengan 30 kasus, Kabupaten Lombok Barat (21), Kabupaten Sumbawa Barat (4), Kabupaten Sumbawa (2), Kabupaten Dompu dan Kota Mataram masing-masing 1 kasus. Satu hal pasti, lugasnya, Bawaslu sudah melakukan pemetaan kerawanan pemilu.
Apalagi Provinsi NTB masuk 10 besar Indeks Kerawanan Nasional sesuai data Bawaslu RI dari sisi netralitas ASN. “Kabupaten Lombok Timur juga masuk lima besar di NTB yang paling besar isu suku, agama, ras, dan antargolongan alias SARA,” pungkasnya. rul