POSMERDEKA.COM, DENPASAR – Kontestasi Pilpres 2024 tambah hangat setelah adanya tudingan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, yang menuding sikap penguasa saat ini seperti Orde Baru. Meski Mega tidak menyebut secara spesifik, tapi secara asosiasi Partai Golkar ikut “terseret” dalam retorika politik itu. Korwil Pemenangan Bali-Nusra DPP Partai Golkar, Gde Sumarjaya Linggih, jadi tersentil untuk angkat bicara.
“Saya rasa kita tidak perlu berkubang dalam nostalgia masa lalu terlalu banyak. Setiap orde itu pasti ada kebaikan dan keburukan masing-masing. Memangnya Orde Lama itu (yang dipimpin Presiden Soekarno) bagus semua? Ada juga buruknya kan?” cetus Demer, sapaan karibnya, Rabu (29/11/2023).
Demer tidak memungkiri pernyataannya dinilai membela Presiden Jokowi, yang anaknya, Gibran Rakabuming Raka, diusung Partai Golkar dan Koalisi Indonesia Maju sebagai cawapres. Namun, sambungnya, poin yang ingin dilontarkan adalah agar semua pihak menghormati dan fair (adil) melihat suatu tatanan atau rode. Dia pun berharap kita semua melihat ke depan, tidak terjebak pada masa lalu.
“Kalau Golkar itu bicara adu ide dan gagasan, kami tidak mau nostalgia terlalu banyak. Golkar sudah jadi partai dan mereformasi diri. Karena itu kami tidak mau nostalgia, nanti panjang ceritanya,” tegas anggota Komisi VI DPR RI itu.
Menurutnya, setiap orde memiliki kebaikan dan keburukan masing-masing. Orde Baru banyak jeleknya, begitu juga Orde Lama yang ketika itu dipimpin bapaknya Megawati sebagai Presiden. Karena itu harus fair melihat. Dia tidak memungkiri Orde Baru tidak semua bagus, ada negatifnya. Begitu juga Orde Reformasi tidak bagus semuanya, di mana Megawati pernah berkuasa sebagai Presiden tahun 2001-2004.
Lebih jauh disampaikan, Golkar menghormati setiap pemimpin di masa lalu. Bung Karno dan Soeharto dihormati dengan segala kekurangannya pada saat memimpin. Sikap serupa ditujukan kepada Megawati Soekarnoputri yang pernah menjadi Presiden pada masa Reformasi. Karena itu, Demer menilai tidak perlu menghabiskan energi untuk perdebatan.
“Intinya, ayo adu ide dan gagasan untuk masa depan, supaya bisa menarik simpati rakyat. Kalau Golkar jelas, gagasan Jokowi yang bagus perlu dilanjutkan. Mari berlomba buat kebaikan ke depan, jangan habiskan energi untuk berdebat masa lalu,” sambung caleg DPR RI nomor urut 2 Dapil Bali itu.
Disinggung apakah Golkar menilai pernyataan Mega itu bernada insinuatif sebagai bagian dari gimmick Pilpres atau peringatan sebagai negarawan, Demer tidak menjawab lugas. Dia hanya berkata, jika memang mengupas kekurangan Orde Baru, mengapa tidak bicara kekurangan Orde Lama juga? “Orde Lama kan jelas siapa yang berkuasa, kok tidak nyinggung itu sekalian? Sudahlah, tidak usah berdebat soal itu. Mari beradu gagasan dan karya dan kekaryaan sebagaimana doktrin Partai Golkar,” cetusnya dengan nada santai.
Apakah Golkar terganggu dengan sindiran itu? “Ah nggak, anggap aja sesuatu yang beda pendapat. Tinggal masyarakat menilai bener Golkar atau Ibu Megawati? Apakah terus melihat masa lalu itu namanya adu gagasan?” jawabnya menandaskan. hen