Riuh Isu Pencopotan Kepala BIN di Pusaran Pilpres

Gus Hendra
Gus Hendra

ISU pencopotan Kepala BIN, Budi Gunawan (BG), kembali menggema ke ruang publik setelah ada pergantian Wakil Kepala BIN dari Letjen TNI (purn) Teddy Lhaksmana Widya Kusuma kepada Letjen TNI Nyoman Cantiasa. Dudung Abdurachman, mantan KSAD, yang disebut-sebut akan menggantikan BG di pucuk lembaga telik sandi negara. Rumor ini menarik bukan hanya karena peran strategis intelijen dalam politik, juga karena sosok BG yang merupakan orang dekat Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDIP, yang pada Pilpres 2024 ini berhadapan dengan Presiden Jokowi.

Berdasarkan info kasak-kusuk, isu pencopotan berembus sejak September 2023. Itu adalah periode ketika Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Presiden Jokowi, mulai dielus mesra kubu Prabowo untuk digandeng sebagai cawapres. Pula mulai berani dansa-dansi ke elite partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) dan, terutama, ke Prabowo. Apa hubungannya ke BG? Dengan segala sumber daya intelijen di BIN dikontrol BG, pergerakan panggung belakang Gibran dan KIM, yang hampir pasti atas sepengetahuan atau restu Jokowi, niscaya terdeteksi kubu PDIP dan Megawati.

Bacaan Lainnya

Di Istana, kapan pun, niscaya ada kompetisi untuk (meminjam pendapat Prof. Salim Haji Said) “mendekati telinga presiden”. Pada masa Presiden Soekarno pada tahun 1965, Menpangad/Letjen TNI Ahmad Yani berlomba dengan Kepala Badan Pusat Intelijen (BPI), Soebandrio, untuk paling dekat membisiki Presiden mengenai perkembangan situasi politik. Persaingan berujung prahara tragedi G30S.

Baca juga :  Satgas Gotong Royong Desa Bakal Didukung Beras, BLT Diharap Cair Pertengahan Mei

Di era Presiden Soeharto pada tahun 1970-an, Wapangab/Pangkopkamtib, Jenderal Soemitro; balapan dengan Kepala Operasi Khusus (Opsus) dan Asisten Pribadi Presiden, Mayjen Ali Moertopo, untuk paling didengar Presiden. Persaingan keduanya menjadi pemantik kerusuhan Malari tahun 1974. Tahun 1998, kompetisi dilakoni Menhankam/Pangab Jenderal Wiranto dengan Pangkostrad cum menantu Presiden, Letjen Prabowo Subianto. 

Rehat sejenak, hasil survei Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) bekerja sama dengan Indonesian Publik Institute (IPI) dan Indonesian Club (IC) menyatakan, Kepala BIN Budi Gunawan merupakan tokoh paling berpengaruh di antara para menteri dan kepala lembaga negara. BG lebih berpengaruh dibanding Panglima TNI Jenderal Andhika Perkasa; Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, dan Menko Polhukam Mahfud Md.

Survei ini dilakukan sejak 30 Agustus sampai 12 September 2022 terhadap kelas menengah intelektual, yang terdiri dari para dosen/pakar, peneliti, anggota LSM/NGO dan aktivis/seniman di 34 provinsi. Dikutip dari SINDOnews.com pada Sabtu (17/9/2022), survei ini bermaksud mengukur pandangan kelas menengah intelektual terhadap kinerja 45 pimpinan lembaga negara dan para menteri dalam Kabinet Indonesia Maju selama semester I tahun 2022. Lima hal yang diukur dalam survei ini adalah popularitas, pengaruh, kontroversial, keunikan, relevansi dan kontribusi pemikiran.

Saat pandemi, foto BG tampil di iklan halaman 1 salah satu koran nasional untuk menjelaskan upaya pemerintah menangani Covid-19. Begitu juga mengenai penting dan strategisnya Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Padahal dari sisi jabatan yang mengutamakan senyap, Kepala BIN galibnya menjauh, sekurangnya-kurangnya menghindar, dari sorotan media. Meminjam istilah Raja Intel era Orde Baru, Jenderal TNI LB Moerdani, intelijen adalah faceless hero, pahlawan yang tidak terlihat. Namun, bahwa BG sekian lama melakoni kegiatan di luar kebiasaan tanpa teguran, hanya bisa terjadi atas sepengetahuan, izin, atau instruksi Jokowi.

Baca juga :  Yayasan Tungked Werdha Bali Siapkan Ambulans untuk Lansia

Mungkin bagi BG apa yang dilakukan merupakan langkah seorang patriot, semata urusan teknis dan tidak ada, sekurang-kurangnya minim, tujuan politis. Toh pernyataan BG mendukung penuh kebijakan Jokowi, pun jadi jembatan komunikasi ke publik. Tetapi, persepsi pihak lain boleh jadi tidak sama. Seringnya BG tampil di media mudah dimaknai sedang menyiapkan sesuatu, minimal popularitas. Buktinya, BG sempat masuk dalam sejumlah figur yang dinilai layak sebagai kandidat cawapres pendamping Ganjar Pranowo.

Tak cuma IKN, dikutip dari kompas.com edisi (21/2/2023), BG pernah menyebut “aura Presiden Joko Widodo sebagian pindah ke Prabowo Subianto”. Pernyataan berbau politis itu disampaikan saat sambutan acara peresmian Papua Youth Creative Hub di Jayapura, Papua pada Selasa (21/3/2023). Apa maksud sebenarnya, hanya dia yang tahu. Mengutip pandangan Prof. William Frederick, kita hanya bisa melihat the shadow of the unseen hand (bayangan dari tangan yang tidak kelihatan).

Satu kelebihan menonjol BG, baik saat masih aktif maupun meninggalkan Polri dengan pangkat jenderal bintang empat, dia dikenal mampu mencari pengikut. Polri Vs KPK tahun 2015 gegara BG ditersangkakan KPK, bukti sahih betapa BG punya banyak loyalis di Polri. Ketika tensi politik kini terbilang tinggi, maka BG dengan jabatan dan kekuatan pendukung mudah diposisikan sebagai beban. Bukan hal luar biasa jika kemudian hari, jika BG benar diganti, dapat berlanjut dengan de-Budi Gunawan-isasi di tubuh BIN dan Polri. Kisah ini pernah menimpa LB Moerdani, dan mereka yang dianggap loyalisnya, usai dicopot Presiden Soeharto dari posisi Panglima ABRI tahun 1988.

Baca juga :  TP PKK Tabanan Berbagi dengan Lansia, Bumil, dan Anak Kurang Gizi

Yang bisa jadi kurang disadari BG, popularitasnya rentan memantik kurang suka dan mengusik kelompok di sekeliling, atau mungkin pribadi, Presiden. Maka dibidiklah kelemahan BG sebagai alasan, yakni “publik melihat BG terlalu dekat dengan Megawati dan PDIP”. Melempar insinuasi ini tentu tidak lewat kanal resmi negara, melainkan dengan isu di media sosial yang kemudian dicuplik media arus utama, sehingga menjadi wacana yang dikonsumsi publik secara luas.

Kembali ke tahun 2019, adalah berkat perjuangan BG sesungguhnya hubungan Jokowi dengan Prabowo bisa menghangat pasca-Pilpres. Entah bagaimana caranya, bahwa Prabowo sampai setuju berjumpa Jokowi  setelah all out di Pilpres, hanya BG yang tahu. Satu yang terlihat adalah level keterampilan BG dalam melobi orang untuk rekonsiliasi nasional. Itu nilai plus BG, tapi itu juga titik lemahnya. Ketika rekonsiliasi terwujud, dan BG terlihat lebih loyal kepada Megawati tinimbang Jokowi, maka saat itu pula tenaganya mudah dilihat sebagai “tidak dibutuhkan lagi”. Gus Hendra

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.