POSMERDEKA.COM, MANGUPURA – Komisaris Revayah Plaza, Hendra Dinata, atau biasa disapa Sinyo mengaku pembongkaran yang dilakukan karena bangunan Pura Majapahit itu berdiri di atas lahan seluas 5 are milik manajemen Revayah Plaza.
Karena itu, pihaknya melakukan pembongkaran untuk menata kembali lahan mereka dan akan melakukan pembenahan maupun membangun sejumlah fasilitas kepariwisataan di kawasan tersebut.
“Saat ini kami baru bangkit dari pandemi Covid-19. Kita habis-habisan terpuruk dan napas tersengal-sengal karena pandemi kemarin. Maka dari itu, kami mulai berusaha agar kondisi di sini bisa hidup lagi dan masyarakat bisa bekerja seperti sebelumnya,” terangnya usai melakukan pertemuan dengan pengempon pura, Selasa (4/4/2023).
Sinyo menjelaskan, proses pembongkaran tidak langsung dilakukan secara menyeluruh. Sebab, pihaknya menghormati dan menghargai proses upacara yang harus dilakukan atas pembongkaran suatu pura. Oleh karena itu, kemarin pihaknya hanya melakukan pembongkaran pada bangunan pendukung yang ada di sebelah pura.
“Ini lahan kami, jadi saat kita bongkar separuh dulu. Pertimbangannya karena ada budaya yang harus diikuti dan ditandai dengan upacara. Kami hormati upacara itu, sehingga kami menunggu setelah tanggal 6 nanti,” jelasnya.
Hendra Dinatatidak memungkiri kalau pembongkaran Pura Majapahit memang tergolong cukup alot. Pihaknya sudah lama meminta kepada pengempon untuk segera melakukan pembongkaran karena pura tersebut berada di atas lahan milik manajemen. Namun, nyatanya sampai saat ini pura itu masih berdiri.
Dia juga mengaku sudah puluhan kali bersurat untuk segera melakukan pembongkaran. “Berbagai jalur sudah ditempuh, termasuk berkoordinasi dengan pemda,” katanya.
Atas berbagai pertimbangan, Revayah Plaza kemudian membulatkan tekad melakukan pembongkaran. Sebab jika terus dibiarkan, hal itu dikhawatirkan akan terjadi penambahan bangunan dan memperluas lahan yang diduduki.
Apabila pihak pengempon pura keberatan akan hal tersebut, pihaknya mempersilakan agar ditempuh jalur hukum. Tentu pihaknya akan siap menanggapi hal itu berdasarkan atas bukti kepemilihan lahan secara hukum.
Penanggung Jawab Pura Majapahit, Nyoman Suka Arta Negara, menerangkan, dalam proses tersebut pihaknya berusaha melakukan negosiasi dengan manajemen/investor bersama dengan Ni Luh Djelantik. Dengan harapan, agar pihak manajemen bisa mendatangkan pihak BPN agar melakukan pendataan dan pengukuran.
Hal tersebut untuk memperjelas status lahan, agar tidak ada pengklaiman. Sebab instansi terkait merupakan pihak yang berwenang untuk memperjelas status lahan tersebut.
Apabila setelah BPN mengukur dan menyatakan bahwa tanah itu masuk ke SHGB investor, pihak pura tidak berkeberatan terhadap langkah yang diambil manajemen Revayah Plaza. Namun jika itu di luar SHGB, pihaknya meminta agar tidak ada penggusuran dan pihaknya tentu akan mengurus hal itu agar tidak muncul kasus serupa di kemudian hari.
“Sekarang dilakukan pembongkaran, sedangkan lahan belum dibuktikan apakah pura ini masuk ke tanah SHGB yang bersangkutan atau tidak. Dengan menunda eksekusi untuk memperjelas status lahan, apakah dunia ini akan kiamat, kan tidak. Saya sudah menegaskan, pengempon tidak akan mengambil yang bukan menjadi hak pura. Tapi kalau itu tidak masuk SHGB investor, maka pura yang akan memohon,” paparnya.
Nyoman Suka menuturkan, Pura Majapahit GWK sudah berdiri di dalam kawasan itu sejak November tahun 2004 silam. Selama 9 tahun atau sampai tahun 2013, keberadaan Pura Majapahit GWK tidak pernah menjadi persoalan. Namun setelah pergantian investor dari Plaza Amata ke Revayah Plaza, kemudian muncul permasalahan lahan tersebut sampai saat ini dilakukan pembongkaran.
Menurut dia, legalitas lahan tersebut harusnya diperjelas dulu dengan mendatangkan BPN. Sebab ketika bangunan pura dibongkar, tentu taksunya tidak bisa dikembalikan lagi seperti semula. “Walaupun bangunan yang saat ini dibongkar merupakan bagian pendukung, namun itu tetap merupakan bagian dari pura pada tatanan madya mandala,” ujarnya.
Dia mengaku tidak bisa mendatangkan BPN ke lokasi karena yang lebih berhak melakukan itu adalah pihak yang mempunyai sertifikat yaitu pihak investor. Sementara pengempon sendiri tidak punya sertifikat atas lahan Pura Majapahit GWK dan pihaknya juga tidak memiliki bukti hitam diatas putih atas berdirinya pura diatas lahan tersebut. Atas hal itu, Nyoman Suka Arta Negara mengaku masih memikirkan langkah apa yang nantinya akan ditempuh bersama LBH. gay