BANGLI – PT PLN (Persero) Cabang Bangli mencabut KWH (meteran) di rumah I Wayan Suardiana, di Dusun Bukitsari, Desa Undisan, Kecamatan Tembuku, Bangli. Pun dikenakan denda Rp17,71 juta karena Suardiana memindahkan KWH tiga meter dari tempat semula tanpa melapor ke PLN. Di sisi lain, Suardiana mengaku sebelumnya PLN tidak ada sosialisasi aturan itu kepada pelanggan.
Suardiana menuturkan ke awak media, karena ada pembangunan rumah, meteran listrik digeser sekitar tiga bulan lalu dengan minta bantuan kerabat yang biasa memasang instalasi listrik. Selasa (10/1/2023), sebutnya, ada dua petugas PLN mendatanginya. Dia menyampaikan kronologi pemindahan meteran, dan disarankan menghadap ke PLN Bangli.
Tak disangka, oleh staf PLN bernama Meta, dia ditunjukkan sejumlah aturan dan didenda sebesar Rp17,71 juta. Karena nilainya terlalu besar, akhirnya diberi solusi membuat surat keberatan pada Rabu (11/1/2023), yang pada intinya hanya mampu membayar Rp2 juta saja. “Kamis (12/1/2023) kembali datang petugas PLN untuk mencabut KWH,” jelas Kadus Gunungsari ini dengan nada lesu.
Soal denda sebesar itu, dia mengaku tidak ada penjelasan atau rincian terkait pasal-pasal yang mengatur nilai denda. “Saya sudah 15 tahun jadi Kadus, belum pernah ada sosialisasi dari pihak PLN kepada masyarakat, terutama pelanggan, agar paham aturan tersebut. Jika ada aturan, tolong adakan sosialisasi agar tidak menjerat masyarakat seperti saya,” keluhnya.
Lebih jauh diuraikan, katanya ada peraturan Direksi PT PLN No 088-Z.P/DIR/2016 tentang Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL). Mestinya itu disosialisasikan ke masyarakat. “Ini yang saya tuntut keadilan karena tidak disosialisasikan, padahal PLN mengakui tidak pernah sosialisasi,” tudingnya.
Manajer PLN ULP Bangli, Dewa Ayu Nancy Cahyani, yang dimintai tanggapan menjelaskan, Suardiana kena pelanggaran penertiban ketenagalistrikan karena memindahkan meteran tanpa melapor ke PLN Bangli. “Pemindahan meteran tanpa prosedur PLN masuk ke pelanggaran. Itu sesuai Peraturan direksi PT PLN No 088-Z.P/DIR/2016 tentang Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL),” jelasnya.
Sesuai SOP yang berlaku, terangnya, ketika terjadi pelanggaran, PLN berwenang menyegel meteran listrik. Dia mengakui mencabut meteran listrik, tapi beralasan dilakukan karena permintaan Suardiana. “Pembongkaran terpaksa dilakukan daripada alatnya mengalami kerusakan. Walau demikian, secara sistem pelanggan tersebut masih berlangganan,” urainya.
Disinggung mengenai sanksi denda sampai Rp17 juta lebih, Nancy mengklaim terkait penertiban ketenagalistrikan sudah ada standarisasinya. Pihaknya hanya memasukkan ke sistem. “Kami tidak bisa mengubah angkanya, baik itu mengurangi atau menambahkan. Angka denda itu muncul by system berdasarkan kategori pelanggaran, jadi tidak ada tertera rinciannya,” paparnya tanpa merinci lebih jauh.
Besar-kecilnya denda disebut berdasarkan jenis pelanggaran dan besaran daya listrik pelanggan. Suardana masuk golongan II dengan daya listrik 2.200 watt. Nilai denda juga tidak bisa dinegosiasi, tapi bisa dilunasi dengan cara mencicil. Bila dendanya belum terselesaikan, PLN tidak berhak meneruskan penjualan ketenagalistrikan ke pelanggan bersangkutan. “Jadi, dihentikan sementara atau disegel,” tegasnya. gia