DENPASAR – Selain sebagai media memperoleh kekuasaan, fungsi partai politik (parpol) juga melahirkan bibit-bibit pemimpin masa depan. Jika kanalisasi kader tersebut tersendat karena pertimbangan pragmatis seperti munculnya pilkada dengan paslon tunggal, sama saja parpol mengabaikan kewajiban memberi pencerdasan politik ke publik. “Parpol mencari kemenangan, iya, tapi jangan dong hanya yang instan saja. Bagaimana proses kandidasi itu justru pendidikan politik yang bagus untuk publik,” kata Ketua KPU Bali, I Dewa Agung Lidartawan, membincang fenomena paslon tunggal, Minggu (16/2/2020).
Sebagai penyelenggara pemilu, sebutnya, KPU memang bertugas memfasilitasi tahapan pilkada, pun tidak bisa berkomentar tentang realitas paslon tunggal. Namun, sebagai pelaksana demokrasi dia miris jika parpol sampai tidak bisa menelorkan calon sendiri. Di sisi lain, parpol dinilai berperan besar mencerdaskan khalayak dan membuat rekrutmen pemimpin dengan pembibitan sejak awal. “Makin banyak calon muncul dengan visi-misi bagus, masyarakat bisa saja di masa mendatang memilih itu. Kan tidak harus apa yang ditanam sekarang harus berbuah sekarang,” cetusnya beranalogi.
Lidartawan memberi ilustrasi petinju. Tidak mungkin seorang petinju baru muncul ditarget harus menang, tapi pada saat yang sama tidak pernah latih tanding. Dia yakin pilkada akan menjadi menarik dan mencerdaskan masyarakat jika yang bertarung lebih banyak. Secara ekonomi, imbuhnya, Bali terbilang bukan daerah miskin, sehingga tidak kesulitan mencari anggaran. Apalagi ada kabupaten memiliki PAD besar sekali, sehingga bisa saja membuat terobosan bermanfaat. Jika di daerah kaya tidak ada calon penantang, lugasnya, mesti dipertanyakan bagaimana rekrutmen politik di sana. “Bagaimana orang di kabupaten itu memiliki ruang untuk mengabdi di daerahnya jika tidak muncul ke permukaan?” katanya bernada prihatin.
Karena terlihat krisis kader potensial itulah, Lidartawan menyatakan sepakat bahwa ini adalah salah satu kesempatan parpol minta dana lebih kepada pemerintah. Bisa saja dana bantuan politik dinaikkan dengan catatan 70 persen untuk pendidikan politik dan kaderisasi. Dengan tersedianya kader potensial dalam jumlah signifikan, dia memandang niscaya banyak tersedia calon pejabat politik sekaligus memudahkan proses kandidasi.
Langkah keluar lain dalam stagnasi kandidasi ini, tambahnya, yakni lebih terbukanya parpol untuk merangkul mereka yang menjajal jalur perseorangan. Praktiknya bisa dengan cara konvensi di inertnal partai. Kata dia, figur independen yang tidak dilirik parpol kesulitan masuk gelanggang karena besarnya jumlah dukungan yang mesti lolos verifikasi faktual. Prinsipnya parpol harus kerja keras dengan kondisi begini, dan sebenarnya miris kalau hanya ada satu paslon.
“Kalau tidak mencoba kader berkualitas, lantas mau ngapain? Di mana tugas pendidikan politiknya? Sebenarnya kader banyak, tapi karena tidak pernah dicerdaskan, tidak pernah diberi kesempatan bertanding, maka tidak kelihatan,” urainya menandaskan. hen