KIHT Dituding Tabrak Perda RTRW, Warga Ngotot Tolak, Pemprov Klaim Bukan Industri

ANGGOTA Komisi II DPRD NTB, Hairul Warisin (tengah); bersama Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB, Fathul Gani, saat menerima Forum Masyarakat Paok Motong Menolak KIHT di DPRD NTB, Sabtu (7/1/2023). Foto: ist

MATARAM – Polemik pembangunan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) di eks Pasar Paok Motong, Kecamatan Masbagik, Kabupaten Lombok Timur (Lotim) terus bergulir. Kini, program unggulan Gubernur Zulkieflimansyah dan Wagub Sitti Rohmi Djalilah dinilai melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Merujuk Perda Nomor 2/2012 tentang RTRW Lombok Timur, Kecamatan Masbagik bukan merupakan kawasan industri atau pabrik.

“Itu alasan kami menolak dan melawan pembangunan KIHT, karena berada di tengah permukiman padat penduduk. Dikhawatirkan akan mencemarkan lingkungan dan penyebab kemacetan lalu lintas,” tuding Koordinator Forum Masyarakat Paok Motong Menolak KIHT, Lalu Handani, usai hearing di DPRD NTB, Sabtu (7/1/2023).

Bacaan Lainnya

Merujuk Perda 2/2012, jelasnya, kawasan industri, pabrik dan pergudangan di Kabupaten Lombok Timur berada di wilayah Kecamatan Labuan Haji, Sakra Timur, Keruak dan Pringgabaya.

Dia juga menyebut tidak pernah ada sosialisasi atau musyawarah dengan warga, apalagi persetujuan warga terdekat dari lokasi pembangunan KIHT. Amdal KIHT juga dituding tidak ada, makanya warga dan pedagang eks Pasar Paok Motong kaget dengan pembangunan KIHT.

Awal pemerintahan, sebutnya, Bupati Lombok Timur pernah mengumpulkan kepala desa dan tokoh agama dari Kecamatan Masbagik, Sikur dan Terara. Kala itu Bupati membangun pusat agrobisnis, lapak UKM dan ruang terbuka hijau di eks Pasar Paok Motong.

Baca juga :  Kodam IX/Udayana Terima 1.300 Obat-obatan bagi Warga Prasejahtera

Terkait penolakan, ungkapnya, beberapa hari setelah mulai pembangunan KIHT pada 10 Oktober 2022, warga mengirim penolakan tokoh agama, tokoh masyarakat dan warga sekitar ke semua instansi terkait. 13 Oktober, warga unjuk rasa di lokasi pembangunan KIHT. Pada 24 Oktober 2022, warga kembali mengadu ke DPRD Lombok Timur. Dewan minta Bupati dan Gubernur memindahkan lokasi KIHT sesuai Perda Lombok Timur.

Eskalasi penolakan warga berujung penyegelan KIHT pada November lalu. Proses mediasi bersama pemerintah dan aparat keamanan dilakukan, dengan jaminan semua keberatan warga akan disampaikan ke Bupati dan Gubernur.

Namun, Satpol PP, Polri dan TNI membuka segel, yang dilawan warga dengan memblokir atau segel ulang. Kembali, aparat membawa senjata lengkap membuka segel dan proyek kembali dilaksanakan.

Kepala Distanbun NTB, Fathul Gani, menjelaskan, hearing dilakukan untuk mendapat penjelasan dari Pemprov NTB tentang KIHT. Dia menyebut proses pembangunan KIHT sejak 2021. Terkait sosialisasi, dia menilai hanya soal persepsi, dan mendaku berkali-kali sosialisasi. “Sikap pro dan kontra di masyarakat adalah hal yang biasa, patut kita hargai juga. Cuma, kita harus mencari win-win solutions,” ulasnya.

Pembangunan KIHT menggunakan anggaran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) tahun 2022 senilai Rp24 miliar. Pembangunan KIHT sesuai kontrak harus tuntas pada 24 Desember 2022. Namun, karena lokasi pembangunan KIHT sempat disegel warga selama 14 hari, pengerjaan sempat terhenti.

Baca juga :  Update Covid-19 di Denpasar: Kasus Positif Bertambah 9, Pasien Sembuh 7 Orang

Untuk itu, kata Fathul, dilakukan adendum kontrak sampai 14 Januari 2023. “Insya Allah pada 14 Januari selesai pembangunan fisik, setelah dilakukan adendum karena penyegelan 14 hari,” terangnya.

Mengenai kekhawatiran warga soal limbah dari KIHT, Fathul mengklaim tidak ada limbah yang dihasilkan. Begitu juga kekhawatiran akan menimbulkan kebisingan. Alasannya, KIHT tidak menggunakan mesin tetapi tempat melinting rokok.

Dia menyebutkan, tenaga kerja yang akan terserap sekitar 1.000 – 1.500 orang. Sesuai janji Gubernur, masyarakat sekitar akan diprioritaskan bekerja di KIHT. “Masyarakat zona terdekat menjadi prioritas menjadi tenaga kerja di KIHT. Gubernur memprioritaskan masyarakat setempat,” jaminnya.

Soal lokasi pembangunan KIHT yang dinilai melanggar Perda RTRW Lombok Timur, Fathul mengatakan hal itu sudah dijawab Sekda Lombok Timur. “Karena memang sebutannya saja kawasan industri hasil tembakau, (tapi) hanya industri rumahan,” dalihnya menandaskan. rul

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.