MATARAM – Kader militan Gerindra di NTB memilih mengundurkan diri dari partai yang membesarkan mereka. Situasi ini terjadi menyusul isu keretakan internal gegara gonjang-ganjing penggantian Wakil Ketua DPRD NTB dan para wakil Ketua DPRD di sejumlah kabupaten/kota lainnya. Kader yang mundur di antaranya Wakil Ketua DPC Gerindra Lotim, Budi Wawan; dan fungsionaris Gerindra, Haji Mujemal.
Kader Gerindra Lotim, Eko Rahadi, angkat bicara terkait pengunduran diri koleganya. Dia menuding mundurnya beberapa kader lantaran kebijakan Bambang Kristiono (HBK) selaku Ketua BPD DPP Partai Gerindra, yang terlihat terlalu banyak intervensi kebijakan partai di daerah.
HBK dianggap terlalu jauh mencampuri urusan DPD, Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPRD, kepengurusan DPC sampai PAC di wilayah NTB yang tidak sesuai seleranya.
“Sebagai kepanjangan DPP, seharusnya Pak HBK memposisikan diri sebagai penyambung keluh kesah kader. Bukan kayak sekarang, seolah-olah terlalu agresif dengan semua ranah kader dia ikut campur mengatur,” sesal Eko, Sabtu (23/4/2022).
Akibat intervensi itu, sambungnya, para pengurus partai tidak bisa berbuat banyak mengembangkan suara partai. Sebab, takut dipecat dan di-PAW ketika tidak mengikuti arahan HBK. Gaya dan sikap HBK ini dipandang harus bisa membuat warga NTB lebih cerdas dalam berpartai, pula mengusung wakil rakyat ke depan.
Eko mengajak pemilih Gerindra di agar lebih mengutamakan memilih calon anggota DPR RI dari putra terbaik NTB, juga paham soal NTB. Jangan hanya ikut-ikutan dan membesarkan orang luar. “Kita angkat dan usung putra daerah kita sendiri sebagai DPR-RI, itu yang keren,” serunya bernada provokatif.
Sebagai kader gerbong pertama membesarkan Gerindra di Lombok Timur tahun 2008 silam, dia mengklaim perlu meluruskan sejarah. Kendati Gerindra merupakan partai komando, saat itu kader dibebaskan bergerak dan berkreasi untuk membentuk keanggotaan di setiap kecamatan hingga desa.
Sayang, sejak keberadaan HBK, kreativitas dan keleluasan kader terasa dihambat. Apalagi HBK muncul dengan gerakannya yakni, HBK Peduli.
Kembali ke soal pengunduran diri, Budi Wawan resmi mundur diri dari Gerindra berdasarkan surat yang dilayangkan pada 2 Februari 2022 kepada Ketua DPC Partai Gerindra Lotim.
Dalam suratnya, Budi menyebut alasan hengkang, antara lain kolega yang duduk di legislatif tidak pernah memperhatikan kader-kader lainnya, yang menjadi pendulang suara bagi partai selama ini.
Menjadi kader dan pengurus sejak tahun 2010, meski memperoleh suara cukup signifikan pada pemilu 2014 dan 2019, dia gagal sebagai anggota DPRD.
Pada Pileg tahun 2009, lanjutnya, Gerindra tidak memiliki kursi di DPRD. Pada Pemilu 2014, berkat perjuangan semua kader, Gerindra mendapat lima kursi DPRD dari lima dapil di Lotim.
Karena gagal mendapat kursi, dia berharap teman partai dan satu dapil yang menjadi anggota DPRD memperhatikan kader yang menjadi pendulang suara. “Namun, ekspektasi itu jauh dari kenyataan,” keluh Budi.
Pengurus teras Hipmi NTB itu menyayangkan mekanisme partai tidak berjalan secara idealnya sebuah organisasi. Pendekatannya terasa seperti like or dislike, siapa yang disukai pimpinan maka dia yang difungsikan.
“Mundur adalah jalan terbaik bagi saya. Ketimbang nama kita ada di struktural tapi terkesan kita enggak dibutuhkan lagi, ngapain hadir di situ?” ujarnya seraya membenarkan surat pengunduran diri diunggah di akun media sosial miliknya.
Terkait langkah politiknya setelah mundur dari Gerindra, dia mendaku belum berpikir untuk masuk ke partai lainnya. “Sekarang saya fokus penjajakan saja dan sambil istikharah,” tandas Budi. rul