Difabel Keluhkan Kurangnya Aksesibilitas Saat Mencoblos di TPS

KORDIV Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Bali, Ketut Ariyani, saat kegiatan sosialisasi fasilitasi penguatan pemahaman kepemiluan kepada difabel di Jembrana, Selasa (28/5/2024). Foto: ist

POSMERDEKA.COM, JEMBRANA – Pemenuhan hak kaum difabel dalam berdemokrasi masih tetap menjadi fokus Bawaslu dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2024. Salah satunya adalah mengenai aksesibilitas kepada difabel ketika hendak menyalurkan hak politik di bilik suara.

Penegasan itu disampaikan Kordiv Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Bali, Ketut Ariyani, saat kegiatan sosialisasi fasilitasi penguatan pemahaman kepemiluan kepada difabel di Jembrana, Selasa (28/5/2024).

Bacaan Lainnya

Menurut Ariyani, sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya inklusivitas dalam proses demokrasi, banyak program yang dibuat untuk memastikan aksesibilitas bagi penyandang difabel.

Misalnya penyediaan fasilitas khusus di Tempat Pemungutan Suara (TPS), dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat yang memiliki kebutuhan khusus. Banyak hal yang telah dilakukan Bawaslu dalam upaya pemenuhan hak bagi masyarakat berkebutuhan khusus.

“Seperti yang kami lakukan di Bawaslu dengan program kawal hak pilih. Ini tentu demi menciptakan demokrasi yang inklusif, dan ke depan Bawaslu akan tetap fokus dalam mengawal hak suara, salah satunya pemilih difabel,” tegasnya.

Menurut Ariyani, kegiatan sosialisasi fasilitasi penguatan pemahaman kepemiluan kepada difabel ini merupakan bentuk evaluasi dari proses Pemilu yang terlaksana pada Februari kemarin. Pertimbangannya, masih banyak masyarakat berkebutuhan khusus belum bisa difasilitasi saat menggunakan hak suaranya.

Baca juga :  Perangi Covid-19, Disinfektan Jangan Sampai Terhirup, Kena Mata, Apalagi Tertelan

“Secara faktual, masih ada beberapa TPS yang belum aksesibel bagi penyandang difabel. Seperti tidak adanya braile untuk tunanetra, belum ada akses kursi roda, atau bilik suaranya ada yang berundak (tangga),” bebernya selepas kegiatan tersebut.

Memvalidasi apa yang disampaikan Ariyani, beberapa peserta sosialisasi juga menyampaikan pengalaman saat menggunakan hak suaranya. Salah satunya adalah I Kadek Suarsa, yang menuturkan mengalami kesulitan ketika akan masuk ke dalam TPS.

Sebab, TPS tersebut menggunakan gedung yang tinggi, dan untuk masuk melewati tangga. Bahkan lokasi bilik suara berada di tempat lebih tinggi lagi. Meskipun hanya dua atau tiga tangga, hal tersebut menyulitkan difabel. “Akses masuk ke TPS sering kesulitan tunanetra seperti saya, apalagi tuna daksa,” keluhnya.

Pernyataan senada diungkapkan I Gusti Ngurah Sudiartana, tunanetra yang mengeluhkan surat suara yang belum memenuhi harapan. Di antaranya mengenai alat bantu bagi tuna netra yang masih minim. “Terkait dengan surat suara masih belum memenuhi kebutuhan disabilitas,” cetusnya.

Dia menguraikan, untuk surat suara yang hanya ada dua atau tiga calon, masih mudah untuk menentukan pilihan. Namun, ketika ada banyak peserta seperti pemilihan legislatif dengan jumlah partai dan calon cukup banyak, sangat sulit menentukan pilihan. “Karena alat bantu yang disediakan sangat terbatas,” tandasnya. hen

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.