DENPASAR – Pilkada 2020 akan memasuki tahapan debat kandidat, yang di Bali dimulai dari Pilkada Denpasar pada Sabtu (10/10/2020) mendatang. Karena disiarkan secara langsung, debat kandidat memiliki nilai strategis dalam mempengaruhi pandangan konstituen dalam menjatuhkan pilihan.
Akademisi dari FISIP Unud, Kadek Dwita Apriani, menyebut ada dua tipologi pemilih dalam setiap kontestasi politik, yakni pemilih rasional dan tradisional. Bagi pemilih rasional, debat kandidat akan menjadi tontonan menarik. Sebab, dari acara tersebut mereka bisa melihat program atau kebijakan publik apa yang dilakukan kandidat. “Kebijakan itu yang kemudian akan ditimbang seberapa besar keuntungan atau kerugian bagi, mereka sebelum menjatuhkan pilihan,” terangnya, Kamis (8/10/2020).
Selama ini, ujarnya, pemilih rasional galibnya berada di wilayah-wilayah urban. Mereka relatif mudah mengakses informasi yang diperlukan untuk menilai kapabilitas calon, terbuka dengan pemikiran yang berbeda, dan relatif tidak terikat kepada identitas partai tertentu.
Karena tidak memiliki ikatan itu, maka mereka bisa melihat gambaran besar dari program yang ditawarkan sesuai rasio. Singkat kata, mereka memilih kandidat yang dipandang memiliki kemampuan menyelesaikan masalah berdasarkan rekam jejak dan program yang ditawarkan.
Di sisi lain, jelasnya, ada tipologi pemilih tradisional. Pemilih jenis ini kuat memegang variabel ideologi, dan lebih mementingkan kedekatan sosial-budaya. Mereka juga lebih terikat kepada partai tertentu, dan lazim memilih kandidat yang sama dengan pilihan keluarganya. Bagaimana program kerja atau kebijakan publik yang ditawarkan paslon, tidak begitu menarik minat golongan ini.
“Figur parpol menjadi faktor utama pemilih jenis ini. Tidak jarang mereka mencampuradukkan citra figur dengan citra parpol. Kalau sosoknya baik, partainya pasti baik, begitu juga sebaliknya,” ulas alumnus FISIP Universitas Indonesia tersebut.
Bagi masyarakat, kata dia, sangat penting untuk melihat visi-misi yang ditawarkan kandidat tersebut. Hal itu menjadi catatan jika kemudian mereka benar-benar terpilih. Meski begitu, dia tak memungkiri penyampaian visi-misi kandidat acapkali menjadi momentum menjual “angin surga”. Semua yang disampaikan “terlihat” sangat indah dan menarik, meski belum tentu sesuai kenyataan atau dapat dieksekusi atau tidak.
“Iya, benar, visibilitas program juga penting dicermati. Karena itu penguasaan teknis sangat penting, misalnya mengenai pengelolaan anggaran pemerintah,” lugasnya.
Meski demikian, Dwita mengingatkan bahwa dalam debat tersebut juga ada unsur pertunjukan. Misalnya bagaimana penampilan kandidat menyampaikan program, gestur, keserasian di antara mereka, dan hal lainnya juga mempengaruhi pilihan publik. “Kalau visi-misi dan program kerja itu porsinya masyarakat sebagai pemilih, bagaimana menyajikan itu agar menarik masyarakat adalah tugas dan tantangan bagi kandidat,” pungkasnya. hen