Oleh Made Nariana
PENJABAT Gubenur Bali akhir pekan ini meninjau Pantai Kuta. Ia minta supaya Kuta ditata kembali sehingga lebih ngecling. Rapi, bersih, aman dan damai. Seharusnya masyarakat Bali, tidak perlu melancong ke Singapura. Cukup sampai ke Kuta, khususnya Pantai Kuta.
Syaratnya satu. Buat wilayah Kuta seperti Singapura dari segi fisik. Rapi, bersih, nyaman, aman, bebas dari plastik, putung rokok dan seterusnya. Pasti lebih memiliki aura dibandingkan dengan Singapura. Kenapa? Kuta dan dengan pantainya memiliki budaya, agama dan adat yang adi luhung. Dapat menjadi kota Pantai yang indah dan menawan.
Di balik itu, wanita Bali melakukan prosesi sesaji (sajen-membanten) tiap hari, anak-anak belajar menari dan menabuh gong di Bale Banjar. Semua barang souvenir di pertokoan ditata rapi. Jalan dan got ditata apik. Turis akan betah jalan-jalan! Pasti lebih baik dari Singapura yang dikenal bersih dan nyaman.
Hiburan malam juga perlu penataan. Jangan sampai mengganggu budaya masyarakat setempat. Landasan pariwisata kita adalah agama dan budaya. Dengan dana yang ada, Badung dapat membenahi Kuta lebih baik dari saat ini. Dana ada, tinggal komitmen masyarakat memiliki partisipasi tinggi ikut mendukung niat pemerintah membangun daerahnya lebih baik.
Desa dinas dan desa adat dapat membuat “perarem” lebih ketat. Satu contoh saja, mereka yang membuang sampah atau putung rokok seenaknya dikenakan denda. Banyak aturan desa adat, yang dilakukan di bidang lain. Kenapa buat suatu kebersihan tidak dapat dilakukan hal yang sama?
Kuta sebagai sumber pendapatan utama Badung perlu ditata lebih rapi — baik segi skala dan niskala. Aparat pemerintah setempat membangun sinergi untuk lebih berani, tegas dan terbuka dalam menegakkan hukum. Tidak ada pilih kasih. Siapa pun nuris ke wilayah tersebut harus manut dan tunduk dengan aturan yang ada.
Kalau dapat Kuta dipakai sebagai “pilot proyect” bagaimana menjaga kebersihan, kenyamanan dan keamanan di Bali, maka kelak dapat diterapkan di daerah-daerah Bali. Lambat laun Bali yang kecil ini, secara keseluruhan akan menjadi tujuan wisata yang paling nyaman. Sekali lagi Masyarakat harus ikut memberikan bantuan. Apalagi mereka sendiri juga hidup dari kondisi lingkungan yang ada.
Saya yakin masyarakat Bali dapat mengubah sikap mental yang lebih baik, mengikuti kehendak jaman. Kini jamannya serba instan, serba cepat dan serba teknologi. Denngan menerapkan teknologi, suatu daerah dapat dibuat dalam bentuk apa pun.
Jangan lupa juga dengan kearifan lokal Bali dengan landasan “Tri Hita Karana”, menjaga keharmonisan antara manusia dengan Tuhan, dengan antar manusia dan dengan lingkungan hidup yang ada. Suatu saat Kuta dibuat rapi, bersih, nyaman dan aman sebagai lumbung duitnya Badung. Kalau mau pasti bisa! (*)