POSMERDEKA.COM, MATARAM – Banyaknya areal persawahan yang beralih fungsi menjadi lahan permukiman di Kabupaten Lombok Barat (Lobar) dan Kota Mataram, menuai reaksi Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Fahri Hamzah. Politisi Partai Gelora ini mengaku sedih dengan maraknya dibangun perumahan oleh para pengembang di atas areal persawahan, yang dinilai akan mengancam swasembada beras di Provinsi NTB.
“SAYA sedang berkeliling untuk mengidentifikasi masalah yang muncul dalam program pengadaan perumahan rakyat. Kami ingin ke depan rumah itu tambah murah. Tidak saja murah, tapi memenuhi persyaratan sebagai tempat yang layak bagi seluruh masyarakat,” serunya saat berkunjung di Perumahan Nata Alam Mavila 3 di Desa Kuranji, Kecamatan Labuapi, Lombok Barat, Sabtu (28/12/2024).
Menurut Fahri, pembangunan perumahan yang menggusur areal persawahan akan mengancam ketahanan pangan. Dia menyindir rata-rata pembangunan perumahan di Pulai Lombok menggunakan areal sawah. “Saya tidak tahu apa yang terjadi, saya belum mendapat laporan, saya nanti minta laporan dari Dinas Perkim (Perumahan dan Permukiman) dan Pemda,” tegasnya.
Lebih jauh diutarakan, perumahan dibangun di areal persawahan tentu akan mengancam ketahanan pangan, khususnya di Pulau Lombok. Itu artinya Lombok akan mengimpor beras jika areal persawahan terus jadi lokasi pembangunan perumahan. Jangan ada alasan pengadaan tanah di satu sisi, tapi di sisi lain gara-gara itu kita membangun rumah di atas sawah.
“Sekarang kalau ini kejadiannya, artinya tidak ada lagi swasembada. Artinya kita selanjutnya menjadi pengimpor beras. Dan, bisa jadi Pulau Lombok bisa menjadi salah satu penyebab impor beras,” sambungnya bernada prihatin.
Masalah inti dari perumahan, ulasnya, adalah ketersediaan tanah atau lahan. Khusus di Pulau Lombok, banyak perumahan mulai menghabisi lahan sawah untuk memenuhi kebutuhan papan. Dia akan minta data ke pemerintah daerah dan dinas terkait luas sawah, khususnya di Kota Mataram dan Lombok Barat, yang sudah dibangun perumahan rakyat. Kalau trennya dibangun rumah di atas sawah, itu artinya akan impor beras tidak ada habisnya.
Pengadaan lahan untuk membangun rumah, menurutnya akan merugikan masyarakat itu sendiri. Sebab, karena keterbatasan lahan banyak pengembang mulai menguruk sawah dijadikan perumahan. Dia minta pengembang dan pemerintah daerah punya gagasan. Masyarakat yang tinggal di perkotaan harus mulai ditradisikan tinggal di rumah susun, sehingga pembangunan perumahan tidak menggusur areal persawahan.
“Kalau itu kita kompensasikan dengan harga tanah yang katanya mahal, lalu kita membangun rumah susun, menurut saya lantai 3 tak perlu pakai lift. Mungkin ini bisa menjadi alternatif keterbatasan lahan atau tanah,” lugasnya menandaskan. rul