Awal 2022, Wisatawan Australia Baru Bisa ke Bali, Pemulihan Pariwisata Makin Tak Menentu

AUSTRALIA yang menjadi andalan utama pasar pariwisata Bali baru akan membolehkan warganya ke luar negeri sekitar awal tahun 2022. Foto: net
AUSTRALIA yang menjadi andalan utama pasar pariwisata Bali baru akan membolehkan warganya ke luar negeri sekitar awal tahun 2022. Foto: net

DENPASAR – Upaya pemulihan pariwisata Bali makin tak menentu. Pasalnya, Australia yang menjadi andalan utama pasar pariwisata Bali baru akan membolehkan warganya ke luar negeri sekitar awal tahun 2022. Hal itu menyusul kebijakan Pemerintah Federal Australia yang menutup negara benua itu sampai akhir 2021.  

Kabar tak mengembirakan bagi Bali itu disampaikan Bendahara Keuangan Australia, Josh Frydenberg yang dilansir dari laman www.independent.co.uk dengan mengutip New.com.au , lima hari lalu. Josh Frydenberg memastikan, Australia kemungkinan tidak akan membuka perbatasannya untuk perjalanan internasional hingga akhir 2021. Itupun dengan catatan, vaksin Covid-19 telah ditemukan.

Bacaan Lainnya

“Aturan tersebut berlaku dua arah, yang berarti sebagian besar warga Australia tidak dapat bepergian ke luar negeri, sementara turis tidak dapat memasuki Australia,” demikian Josh Frydenberg, sebagaimana dilansir laman www.independent.co.uk dibawah judul ‘Travel to Australia Not Possible until ‘Late Next Year’.

Hal itu dibenarkan oleh Ketua Asita Bali I Ketut Ardana dan Wakil Ketua PHRI Bali I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya yang dihubungi secara terpisah di Denpasar, Senin (12/10/2020). “Berita tersebut benar adanya, saya juga sudah konfirmasi dan meneruskan berita tersebut ke Badan Intelijen Negara (BIN) di Jakarta. Kita berharap ada langkah-langkah antisipasi dari pemerintah menghadapi kemungkinan seperti diberitakan media Australia tersebut,” ujar I Ketut Ardana.

Baca juga :  Bacaleg Ramai Mundur, Berembus Isu Ketua DPW Nasdem Akan Dikudeta

Menurutnya, keputuan Australia tersebut menjadi pukulan berat bagi Bali, yang kini tengah bersiap untuk membuka pariwisata internasionalnya. Sebab, bagaimana pun juga, walau nanti Bali sudah dibuka, namun kalau negara asal wisatawan seperti Australia masih menutup penerbangannya, tentu akan sia-sia. “Apalagi Australia merupakan pasar tradisional sekaligus pasar utama pariwisata Bali,” ungkap Ardana.

Dari pengamanan krisis sebelumnya, mulai dari  krisis Teluk, bom Bali I dan II, wabah SARS, sampai erupsi Gunung Agung, wisatawan Australia termasuk yang paling loyal bagi destinasi Bali. Bagaimana tidak, walau pun Pemerintahnya menerbitkan travel advisory atau travel warning, asalkan ada penerbangan ke Bali, tetap ada saja wisatawan Australia yang ke Pulau Dewata. “Nah, kalau Australia benar-benar menutup penerbangan masih seperti sekarang, siapa wisatawan yang mau ke sini,” tandas Ardana retoris.

Sementara itu, Wakil Ketua PHRI Bali  I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya, mengatakan, dengan realitas tersebut, Bali harus punya rencana alternatif untuk menggantikan posisi Australia sebagai destinasi yang termasuk short haul flight. “Memang sulit, karena Bali tak bisa berharap banyak wisatawan dari Singapura, Malaysia, Vietnam dan Thailand yang terbilang dekat dengan Bali. Sementara India juga sedang bergulat dengan persoalan domestiknya dalam penanganan pandemi Covid-19,” ujar Gung Rai, sapaan akrabnya.

Kendati demikian, dia berharap komponen pariwisata Bali tidak patah arang karena hal yang sama terjadi di seluruh destinasi wisata di dunia. Tinggal, bagaimana masyarakat lokal Bali memastikan agar transmisi lokal makin berkurang, sehingga kurva penularan makin landai. Dengan transmisi lokal yang semakin landai, Pemprov Bali makin percaya diri untuk membuka (segmen) pariwisata internasional.

Baca juga :  Program Antar-Jemput Pasien Kian Diminati

Gung Rai masih berharap, pariwisata internasional akan dibuka awal Desember 2020 karena pada pertengahan Desember 2020 sudah ada event tahunan internasional yang sudah terjadwal yakni Bali Democracy Forum (BDF) yang akan digelar di Nusa Dua. “Ini bisa menjadi pemicu bagi masyarakat Bali dan pelaku pariwisata untuk makin menaati Protokol Kesehatan berupa 3 M itu,” tandas Gung Rai.

Sebelumnya, Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar sudah memastikan, Bali Democracy Forum (BDF) akan tetap digelar secara fisik di Pulau Dewata pada Desember 2020. Mahendra berkata gelaran itu menunjukkan pemerintah memiliki komitmen untuk menjaga perekonomian di daerah wisata sekaligus meningkatkan standar keamanannya terhadap penyebaran Covid-19. Kemenlu RI sendiri sudah komit bahwa konferensi internasional Bali Democracy Forum akan dilakukan di Bali secara fisik tapi hybrid, kata Mahendra dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Kadin, Kamis (10/9/2020).

Baik Ardana maupun Gung Rai, masih berharap Australia bisa mengubah keputusannya bila penanganan pandemi Covid-19 di negeri kanguru menunjukkan keberhasilan dan penemuan vaksin lebih cepat dari prediksi sebelumnya. Ardana dan Gung Rai mengakui, Bali memiliki cukup ketergantungan dengan Australia karena bertahun-tahun tetangga dari selatan itu menduduki posisi puncak pada top ten negara penyumbangan wisatawan ke Pulau Dewata. Tahun lalu, lebih dari 1,2 juta wisatawan Australia yang berkunjung ke Bali. 002

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

1 Komentar

  1. So, let it be.. I’m pretty sure lots n lots of people from another country who missed Bali sooo much not just Australian. All Bali need to do , just be confidence with or without Australia.